BEBERAPA minggu sebelum kasus Dimas Kanjeng mencuat, saya bersua kerabat dekat dan membincang seputar hal-hal metafisis transdimensional yang rupanya bagian tak terpisahkan dengan kehidupan beragama, khususnya Islam.
Tarekat, begitu kerabat itu menyebutnya. Ia menyebut, tarekat sebagai jalan seorang hamba untuk menemui hakikat kehidupan, untuk lebih dekat Tuhan, yang pada akhirnya, kata dia, membuat hamba bersimpu-serah dengan segala ketundukan kepada Dia, Tuhan sang pengampuh segala.
Dia menyinggung pula tentang manusia yang seringkali bersekutu dengan semacam Jin dan Setan. Misalnya memelihara Jin jenis Tuyul, atau meminta uang dan barang "keramat" pada tempat (Gunung, Pohon dll) yang dihuni bangsa Jin.
Atau fenomena yang sedang santer dalam pemberitaan mass media; peng-ada-an uang (bukan penggandaan), seperti Dimas Kanjeng yang mengalirkan gepok-gepok uang dari telapak tangan dan saku jubahnya.
Bagi kerabatku ini, model peng-ada-an uang dengan cara tersebut, sangat bisa dilakukan. Selain bagi orang-orang yang tingkat spritualitasnya diatas rata-rata, dapat pula dilakukan dengan meminta bantuan bangsa Jin. Hal ini sejalan dengan penjelasan pakar metasifik sekaligus politikus PDIP, Permadi, saat hadir di ILC tvOne, beberapa waktu lalu.
Dalam hal ini, setelah mengikat janji dengan manusia, Jin yang telah bersekutu dengan manusia itu kemudian mengambil uang dari tempat lain dan memindahkan ke tempat yang di inginkan, sesuai dengan suruhan rekan manusianya. Tak seperti yang dikira banyak orang, kemampuan jin hanya sebatas memindah uang, bukan membuat atau mengganda uang. Begitu kata dia.
Bersekutu dengan bangsa jin sungguh merugikan manusia, kata dia. Karena, tak ada Jin yang tak meminta upah kepada manusia atas hasil kerjanya, bahkan nyawa manusia pun dapat menjadi bayarannya. Penjelasannya ini selaras dengan apa yang diungkapkan tokoh NU Kyai Hazim Muzadi saat mengisi acara yang sama bersama Permadi.
Berkoalisi dengan jin untuk hal semacam itu malah merendahkan derajat manusia sebagai sesempurnanya ciptaan Tuhan, sebagaimana yang dikatakanNya dalam kitab Suci. Malah, sambung kerabat itu, Jin sebenarnya takut kepada bangsa manusia, apalagi menampilkan sosoknya secara langsung. Beberapa Jin dengan dengan kualitas tertentu menjadi pengecualian.
Dengan merendahkan diri pada bangsa Jin, manusia telah menjatuhkan dirinya pada sesuatu yang bertentangan dengan hakikatnya. Konon katanya, manusia semacam itu menjadi cemoohan di kalangan Jin.
Kyai Hazim Muzadi lebih jauh menjelaskan beberapa kriteria untuk menjelaskan fenomena peng-ada-an uang Dimas Kanjeng, yang dapat dipilah benang merahnya, apakah itu dari Tuhan, atau bersekutu dengan bangsa Jin.
Lalu, sebagai mahluk berakal, kita mesti memilah pula demi memakna fenomena metafisis. Umpamanya, seseorang yang sehari-hari tak pernah dijumpai shalat dan tak fasih mengaji, tetiba tampil dengan aksi ajaib dan mengatasnamakan agama Tuhan.