Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi di mana kebutuhan pangan terpenuhi, mulai dari tingkat negara hingga individu, ditandai dengan ketersediaan pangan yang memadai dalam hal jumlah dan kualitas, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau sehingga memungkinkan kehidupan yang sehat, aktif, produktif, dan berkelanjutan. Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan dengan jumlah peduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per tahun 2024 berjumlah 281.603,8 jiwa. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamankan bahwa pemerintah bersama masyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap negara membutuhkan pangan untuk masyarakatnya bisa bertahan hidup, dalam memenuhi kebutuhannya.
Dilansir dari laman www.ekon.go.id Strategi pemerintahan Indonesia terkait isu Ketahanan Pangan tertuang pada Agenda Pembangunan Nasional 2022-2024 dengan anggaran mencapai Rp76,9 triliun diarahkan untuk
1. Peningkatan keterjangkauan dan kecukupan pangan yang beragam, berkualitas, bergizi, dan aman
2. Peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan nelayan melalui penguatan kapasitas petani dan nelayan, penguatan akses terhadap input produksi, penyediaan sarana prasarana pertanian dan perikanan, serta mendorong mekanisasi dan penggunaan teknologi
3. Diversifikasi pangan dan kualitas gizi
4. Perbaikan iklim usaha dan daya saing serta
5. Penguatan sistem pangan berkelanjutan (pengembangan food estate)
Dalam Strategi yang dibuat Pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah ketahanan pangan ada satu program yang selalu menjadi bahan perbincangan yaitu pada pengembangan program food estate Dari sejak pilpres isu ini selalu panas. Lalu sebenarnya apa itu program food estate? Dikutip dari Kompas.com food estate adalah program usaha budi daya tanaman berskala luas, atau lebih dari 25 hektar dengan konsep pertanian modern. Konsep pertanian ini menggunakan sistem industrial berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), akses permodalan, dijalankan oleh organisasi, dan dikelola dengan manajemen modern. Ada beberapa komoditas yang dikembangkan dalam program lumbung pangan ini, seperti padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, sorgum, buah-buahan, sayur-sayuran, sagu, kelapa sawit, tebu, serta ternak sapi atau ayam.
Namun kenapa isu tentang pengembangan program pengembangan food estate ini menjadi isu panas padahal program ini bagus untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Salah satu yang menjadi sorotan adalah program food estate yang berlokasi di Gunung mas, Kalimantan Tengah dimana program food estate disana dicap Gagal karena Perkebunan singkong seluas 600 hektare dan 17.000 hektare sawah baru yang diproyeksikan sebagai lumbung pangan nasional dalam mengatasi isu ketahanan pangan yang nyatanya mangkrak dan tak kunjung panen
Masalah food estate bukan hanya di Kalimantan merupakan isu yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam serta penanganan yang cermat. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia, namun program food estate ini telah memicu kontroversi besar. Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk pertanian telah menyebabkan dampak serius terhadap lingkungan, seperti deforestasi dan degradasi tanah. Ini menunjukkan bahwa permasalahan ini tidak hanya menyangkut ketahanan pangan, tetapi juga dampak lingkungan yang harus diperhitungkan dengan serius.