Generasi muda memegang peranan penting dalam pembangunan negara, termasuk dalam upaya mewujudkan Indonesia yang lebih maju. Salah satu saluran utama bagi generasi muda untuk berkontribusi pada kemajuan negara adalah melalui politik dan pengambilan keputusan. Mereka memiliki hak suara dalam pemilu, dapat ikut serta dalam diskusi kebijakan publik, serta berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang mempengaruhi arah pembangunan bangsa. Namun, meskipun memiliki potensi besar, banyak di antara generasi muda yang menunjukkan sikap apatis terhadap politik. Fenomena ini, yang dikenal dengan istilah political apathy, mengancam keberlanjutan demokrasi, khususnya jika tidak segera diatasi.
1. Apa Itu Political Apatism?
Dalam sistem demokrasi, partisipasi aktif masyarakat, terutama generasi muda, sangatlah penting. Tanpa keterlibatan mereka, demokrasi bisa terancam oleh apatisme politik, di mana pemuda merasa bahwa mereka tidak memiliki pengaruh dalam kebijakan negara. Banyak faktor yang menyebabkan generasi muda cenderung apatis terhadap politik. Salah satunya adalah perasaan bahwa politik tidak relevan dengan kehidupan mereka. Banyak yang merasa bahwa tidak ada saluran yang jelas bagi mereka untuk menyuarakan pendapat atau memengaruhi kebijakan yang ada.
Selain itu, ketidakpercayaan terhadap sistem politik yang kerap kali dilihat penuh dengan kepentingan pribadi dan korupsi juga menjadi penyebab utama apatisme politik. Ketika generasi muda merasa bahwa politik hanya dikuasai oleh kelompok elit yang tidak peduli pada kebutuhan mereka, kecenderungan untuk menghindari keterlibatan politik semakin besar.
2. Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mengatasi Apatisme Politik
Menurut Dr. Firdaus Muhammad, seorang pengamat pendidikan dan politik, generasi muda harus diberdayakan untuk memahami sistem politik secara kritis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan kewarganegaraan yang tidak hanya mengajarkan teori demokrasi, tetapi juga keterampilan praktis yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam politik dengan bijak. "Pemuda adalah agen perubahan yang harus diberdayakan untuk memiliki pemahaman yang kritis terhadap sistem politik, melalui pendidikan kewarganegaraan yang mendorong mereka untuk tidak hanya menjadi pemilih yang cerdas tetapi juga penggerak perubahan sosial yang positif" (Muhammad, 2020).
Pendidikan kewarganegaraan yang efektif harus mencakup pengajaran tentang pentingnya keterlibatan dalam sistem politik serta literasi media. Di era digital seperti sekarang ini, media sosial memegang peran besar dalam membentuk pandangan politik generasi muda. Namun, karena banyak informasi yang tersebar di media sosial tidak sepenuhnya benar atau bahkan bias, keterampilan dalam memilah informasi yang valid dan dapat dipercaya menjadi sangat penting. Pendidikan kewarganegaraan yang baik dapat membantu generasi muda memahami informasi secara objektif dan menyaring hoaks yang dapat merusak pemahaman mereka tentang politik.
Selain literasi media, pendidikan kewarganegaraan juga mengajarkan etika berbicara dan berinteraksi di dunia maya. Generasi muda yang terdidik dalam kewarganegaraan akan lebih mampu menjaga diskusi politik yang sehat, konstruktif, dan bebas dari ujaran kebencian atau polarisasi yang bisa mengganggu integritas demokrasi.
3. Pengalaman Langsung dalam Proses Demokrasi
Salah satu cara untuk mengurangi apatisme politik adalah dengan memberikan pengalaman langsung kepada generasi muda tentang bagaimana sistem politik bekerja. Misalnya, beberapa sekolah dan universitas telah mengadakan simulasi pemilu yang mengajarkan pemuda cara menggunakan hak suara mereka dengan bijak. Program-program ini membantu mereka merasakan langsung proses demokrasi, meningkatkan pemahaman tentang pentingnya partisipasi politik, dan memberikan rasa memiliki terhadap negara.
Partisipasi aktif juga dapat dilakukan melalui forum-forum diskusi publik, baik di tingkat lokal maupun nasional. Generasi muda dapat terlibat dalam organisasi pemuda yang fokus pada isu-isu sosial atau gerakan sosial yang berupaya mengubah kebijakan tertentu. Melalui kegiatan ini, mereka dapat belajar bagaimana memengaruhi kebijakan dengan cara yang positif dan konstruktif.
4. Menumbuhkan Kesadaran Politik untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Mengatasi apatisme politik bukan hanya tentang mengajak generasi muda untuk berpartisipasi dalam pemilu, tetapi juga untuk lebih aktif dalam diskusi politik dan pengambilan keputusan. Jika generasi muda terlibat dalam berbagai aspek pembangunan---baik itu ekonomi, sosial, maupun politik---mereka akan merasa lebih bertanggung jawab terhadap masa depan negara.
Untuk menciptakan Indonesia yang lebih maju dan sejahtera, kita memerlukan pemuda yang cerdas, terlibat, dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pendidikan yang baik, serta pengalaman langsung dalam proses politik, akan membekali mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi pemilih yang bijak, sekaligus penggerak perubahan sosial yang positif.
Hanya dengan pemuda yang aktif dan terdidik dalam kewarganegaraan, kita dapat memastikan bahwa Indonesia akan mewujudkan cita-citanya, yaitu Indonesia Emas pada tahun 2045. Partisipasi politik yang sehat dan produktif dari generasi muda adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut, serta untuk menjaga keberlanjutan sistem demokrasi yang lebih adil, transparan, dan bebas dari korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H