KAMPANYE POSITIF VS NEGATIF Sebenarnya lebih enak jika kita sama-sama kampanye positif. Semestinya kita memang tidak suka mencari kesalahan orang lain. Ibarat dagang yah toleransi gapapa lah mempromosikan kehebatan produk kita, tetapi kurang etis kalau sampai menjatuhkan produk lawan. Apalagi cari-cari. Dalam hal ini saya sepemikiran dengan bapak Hidayat Nur Wahid. Elegan. (saya tidak promosi lo hehe.. ini objektif, saya bukan penduduk DKI, bukan Klaten juga) Tapi saat ini tampaknya beragam cara dipakai tokoh politik untuk menjatuhkan lawannya, mulai yang substansial sampai yang kelihatan sekali cari-cari. Saya rasa kita pernah mendengar hal seperti ini: - Gubernur sebelumnya bisa menyelesaikan 10 koridor dalam 3,5 tahun, dia cuma 1 koridor dalam 5 tahun (apa kerjanya??) - Orang daerah yang mencalonkan diri ke Jakarta bakal ngacak-acak Jakarta - Guru di Solo gajinya sedikit, guru di Jakarta gajinya banyak. - Solo banyak penduduk miskin, Papua juga. - Tingkat kelulusan siswa Jakarta lebih tinggi daripada di Solo - Belum selesai masa jabatannya kok mau meraih yang lebih tinggi (padahal Ketua Dewan Pembina Partainya sendiri ya loncat jabatan hehe tapi ya tidak diprotes hehe) - dsb Dari komentar di atas kita bisa melihat mana yang komentar negatifnya masih substansial (ia dia menjatuhkan hasil kerja lawan, tetapi memang hal itu perlu diperbaiki) dan mana yang lebih parah lagi sekedar cari cari kesalahan. BAJU KOKO JOKOWI Nah sehubungan dengan ramainya isu terakhir yang Jokowi mengatakan, “Ya bosenlah. Semua yang maju ke pilkada selalu pakai baju koko dan kopiah, biar kelihatan religius ” Kata Jokowi di markas Tribun news di Palmerah Selatan, Komplek Kompas Gramedia, Senin (16/4/2012). Banyak yang menanggapi hal itu, ini di antaranya: 1. Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) H Tatang Hidayat meminta kandidat calon pasangan gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi)- Basuki Tjahja Purnama (Ahok) meminta maaf. ”Seolah-olah dia tidak tahu baju koko itu sudah menjadi kearifan lokal budaya Betawi, dan sudah sejak lama menjadi sebuah identitas nasional seperti halnya baju adat istiadat daerah lain," kata Tatang dalam rilisnya kepada Tribun, Jakarta, Kamis (19/4/2012). 2. Ketua Forum Pemuda Betawi, Rahmat HS, mengatakan baik secara pribadi maupun organisasi, dirinya merasa terkejut membaca pernyataan Jokowi di media online. "Silahkan saja kalau mau pakai baju kotak-kotak, tetapi jangan mengeluarkan statement seperti itu. Kalau pakai baju koko, kan tidak mungkin pergi ke diskotik. Di Solo juga tidak mungkin tidak ada yang pakai baju koko," ujar Rahmat, Kamis (19/4/2012) saat ditemui di gedung Nyi Ageng Serang. 3. dsb Sebenarnya dari pernyataan Jokowi kita bisa menyimpulkan bahwa: IA BOSAN DENGAN PENCITRAAN PAKE BAJU KOKO DAN SARUNG SUPAYA TERKESAN RELIGIUS. ini poinnya, jokowi bukan tidak suka baju koko atau ga suka sarung. Saya rasa kita tidak semestinya membelokkan dari yang sebenarnya. Jokowi suka pakai baju muslim, peci dan saya rasa suka pakai sarung. tapi bukan untuk pencitraan biar kesannya religius. Tempo hari ke sunda kelapa pakai koko putih dan peci, Jumatan dengan baju Muslim dan peci, juga makan di warteg masih menggunakan baju itu (karena setelah Jumatan), juga diundang pengajian beliau pakai peci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H