Mohon tunggu...
FIKA RISKI AMALIA
FIKA RISKI AMALIA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Sastra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Childfree dan Ancaman Musnahnya Peradaban di Masa Depan

12 Oktober 2023   17:00 Diperbarui: 12 Oktober 2023   17:05 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keputusan tidak memiliki anak atau secara sukarela tidak ingin menjadi orang tua disebut childfree (Agrillio dan Nelini, 2008). Fenomena ini merupakan salah satu perubahan yang luar biasa dalam keluarga modern karena telah menjadi tren di beberapa negara. Selama beberapa dekade terakhir jumlah pasangan yang memilih childfree telah meningkat secara drastis di seluruh dunia, menjadi isu penting bagi geografi budaya. 

Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persentase kondisi tanpa anak di India sejak 1981 sebesar 4.1% dan pada 2001 menjadi 6.2% (Bhambhani dan Inabathan, 2020). Keputusan untuk tidak memiliki atau membesarkan anak, dan persepsi sosial dari mereka yang memilih untuk tidak menjadi orang tua, berkaitan dengan berbagai proses sosial dan identitas.

Pada umumnya alasan childfree ada 3, yaitu karir yang tidak memungkinkan untuk mempunyai anak, memiliki penyakit turunan yang nanti bisa berdampak pada keturunan, dan kesepakatan suami istri dengan alasan tertentu. 

Alasan pertama, pekerjaan membutuhkan banyak waktu dan seseorang harus bekerja keras untuk membangun karir impiannya. Sebagai contoh, pasangan yang memiliki kesibukan pekerjaan yang menuntut mereka harus beberapa kali pindah domisili. Pasangan seperti ini memiliki kekhawatiran jika mereka memiliki anak, mereka tidak dapat mengurusnya dengan baik. 

Alasan kedua, seseorang yang memiliki penyakit turunan cenderung merasa khawatir dan tidak ingin penyakit yang dideritanya akan diturunkan kepada anaknya. Oleh karena itu, bagi mereka childfree adalah keputusan yang tepat. 

Alasan ketiga yaitu karena kesepakatan suami istri. Setiap pasangan tentu mempunyai motivasinya masing-masing dalam membina rumah tangga. Artinya, bagi mereka keputusan ini bisa menjadi salah satu cara agar hidup mereka tetap bahagia.

Populasi perempuan childfree di Indonesia saat ini sekitar 8%. SUSENAS 2022 memperkirakan angka tersebut setara dengan 71 ribu perempuan yang memilih childfree. 

Prevalensi ini diestimasi terhadap perempuan dengan rentang usia 15-49 tahun yang sudah menikah namun belum pernah melahirkan anak, serta tidak menggunakan alat KB. 

Dalam empat tahun terakhir, persentase perempuan childfree di Indonesia cenderung meningkat. Terhitung sejak tahun 2019 sebesar 7%, tahun 2020 sebesar 6,3%, tahun 2021 sebesar 6,5%, dan tahun 2023 sebesar 8,2%.

Pola kenaikan ini memberikan indikasi adanya kemungkinan peningkatan persentase perempuan childfree di tahun berikutnya. Jika hal ini berlanjut secara terus menerus, maka Indonesia beresiko kehilangan segmen generasi tertentu dalam piramida penduduk.

Dewasa ini, muncul isu pasangan yang memilih untuk childfree dengan alasan menghindari stres dan ingin tetap awet muda. Ada juga yang beralasan karena ingin memiliki waktu luang yang banyak untuk hidup dan kebahagiaan mereka. Hal ini tentu menuai pro dan kontra, terutama di negara Indonesia. Childfree memang sudah biasa terjadi di luar negeri, namun di Indonesia hal ini ditentang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun