"Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden,Wakil Presiden,dan pejabat negara lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri". (Pasal 28 UU RI Nomor 24 Tahun 2009)
Kutipan di atas adalah bunyi salah satu pasal dalam undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 9 Juli 2009 di Jakarta.Undang-undang tersebut adalah undang-undang yang mengatur tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
****
Di negara hukum kita ini, pelanggaran undang-undang bukan lagi suatu dosa besar, "realitas yang tak sesuai idealitas". Apalagi pelanggaran terhadap undang-undang yang di dalamnya tidak tercantum, disebutkan, dan dijelaskan mengenai sanksi atas pelanggaran undang-undang atau peraturan tersebut. " memangnya ada ya undang-undang yang tidak ada sanksi atas pelanggarannya?". Menurut apa yang penulis temui, sebenarnya UU No. 24 Tahun 2009 ini bisa dikatakan tidak memiliki sanksi atas pelanggarannya, walupun pada Bab VII Pasal 65 -- 71 sudah tertulis dan menakut-nakuti kita dengan ancaman denda atau sanksinya. Lantas, mengapa penulis mengatakan bahwa undang-undang ini tidak mencantumkan sanksi-sanksi atas pelanggarannya?.Nah,mari kita tinjau judul dari undang-undang ini: "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN.
Di pasal 65 telah disebutkan bahwa seluruh WNI berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan kesemua hal yang diatur dalam undang-undang ini.
Kemudian pada Bab VII Ketentuan Pidana Pasal 66 -- 71 disebutkan sanksi atas pelanggaran terhadap bendera negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan. Eits...ada yang kurang, dimana pasal yang mengatur tentang sanksi atas pelanggaran terhadap bahasa negara??. Ini dia alasannya yang membuat saya mencibir undang-undang ini sebagai undang-undang yang sebenarnya tidak terdapat sanksi di dalamnya, walaupun hanya ada satu objek diatur yang tidak memiliki sanksi atas pelanggarannya.
Dari sini, wajarlah kiranya kita sebagai WNI "ber-so what gitu lho" terhadap bahasa Indonesia yang pemerintah sudah iklankan bahkan membuatkan sebuah program televisi agar bisa digunakan, dijaga, dan dipelihara oleh seluruh WNI. Bahkan, penanda tangan undang-undang inipun (Presiden Beye,red-) juga "so whatgitu lho" terhadap bahasa Indonesia ini, apalagi undang-undangnya. Ini bisa kita lihat dari tayangan-tayangan pidato Bapak Presiden di media massa, pamervocab, campur kode!! Lalu, sanksi apa yang harus dijatuhkan pada pelanggar bahasa Indonesia ini??, terutama kepada Si Penanda tangan (Presiden Beye,red-) yang sudah melanggar Pasal 28 UU RI No.24 Tahun 2009 dengan berpidato dengan bahasa campur-campur, bahasa Indonesia campur bahasa Inggris ....SANKSI APA AYO???!!
==============================================================================
Tulsian ini telah dikirim (posting) pada Wordpress pada tanggal 17 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H