Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Taklukkan Ciputat maka Kau Taklukkan Tangerang Selatan

27 November 2014   06:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:44 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_378646" align="aligncenter" width="576" caption="Flyover Ciputat yang epic banget karena menandakan berakhirnya penjajahan kemacetan yang merajalela pada masa-masa kelam dahulu(dokpri)"][/caption]

Ciputat itu adalah bagian dari Tangerang Selatan. Penghubung antara Jakarta dan Tangerang Selatan. Maka juga sangat wajar jika banyak warga Ciputat yang bekerja di Jakarta. Ciputat adalah jantungnya Tangerang Selatan meskipun kantor walikota berada di Pamulang. Pamulang lebih cocok sebagai wilayah pendidikan dan permukiman, sedangkan Ciputat merupakan jantung ekonomi Tangerang Selatan.

Kenapa Ciputat? Ciputat lebih mewakili kultur asli dan budaya asli warga Tangerang Selatan, Betawi. Berbeda dengan Bintaro, BSD dan Gading Serpong yang sudah merupakan permukiman elite bagi kalangan berduit. Maka wajar jika kini permukiman elite sudah siap membangun wilayah baru hingga ke arah Gunung Kapur di Bogor.

Ciputat sangat tersohor dengan kemacetannya beberapa tahun silam. Inilah neraka sebenarnya dari Kota Tangerang Selatan. Boleh dibilang kamu pasti tua di jalan jika melewati Ciputat pada masa itu. Namun syukurlah kini sudah ada fly over alias jembatan layang. Tapi belakangan dengan meningkatnya ekonomi warga Tangerang Selatan, kepemilikan kendaraan bermotor riuh memadati jalan sepanjang jalan Ciputat hingga Lebak Bulus.

Jangan bicara tentang Pondok Cabe atau Cirendeu yang kerap dijadikan jalan alternatif. Kini kondisinya sudah semakin parah, bahkan untuk pejalan kaki pun rasanya di sana sudah tidak ramah bagi para pengguna jalan tanpa kendaraan. Motor hilir mudik tanpa henti, mobil turut bertubi-tubi di tengah-tengah padatnya penduduk dan semakin sesaknya pusat-pusat pendidikan yang tak memiliki lahan parkir.

Ciputat tetap menjadi pesona. Sejak masih masuk kabupaten Tangerang hingga menjadi Kota Tangerang Selatan ternyata terminal bayangan dan pedagang kaki lima di Ciputat tetap berjaya. Maka salah satu indikator kemajuan Tangerang Selatan cukup dilihat dari penataan Ciputat. Di sinilah jantung Kota Tangerang Selatan yang sesungguhnya. Dibangun di dekat sebuah kampus megah yang ternyata milik Jakarta karena namanya juga UIN Jakarta bukan UIN Ciputat. Meskipun berseberangan dengan IIQ, UIN tetaplah perguruan tinggi negeri Jakarta.

Ciputat sebagai peghubung antara beberapa wilayah seperti Depok, BSD, dan Bintaro merupakan akses yang paling cepat. Karena terlalu banyak jalan alternatif yang sempit dan dipenuhi dengan polisi tidur yang tak pernah bersahabat dengan sedan mini.

Ciputat sebetulnya mendambakan transportasi yang layak dan murah. Contohlah seperti APTB. Layak, cukup terjangkau tapi nunggunya lama bener. Inilah mungkin yang menyebabkan warga ogah pakai transportasi umum. Andai saja di Ciputat dibangun lahan parkir dan bukan apartemen, akan semakin bagus jika sudah tersedia moda transportasi massal dari Ciputat hingga Kota Tua Jakarta. Pemkot jika perlu memberikan subsidi agar warga lebih memilih angkutan ketimbang kendaraan pribadi.

Salah satu contoh sukses transportasi yang murah adalah Commuter Line alias KRL. Warga pesisir CL sangat terbantu dengan transportasi yang ramah kantong. Sayang tujuan akhir hanya sampai Tanah Abang. Namun begitu sudah cukup membuat harga beberapa lahan di sekitar CL melonjak naik dibandingkan dengan daerah Ciputat yang baru beberapa dekade naik karena pemekaran. Bahkan kini daerah Maja pun menjadi prospek yang memungkinkan bagi pekerja di Jakarta setelah harga tanah di Tangerang Selatan semakin melambung tinggi.

Ciputat barangkali butuh pemimpin yang rajin olahraga otot seperti Ahok sehingga bisa tertata dengan rapi tanpa ada istilah terminal bayangan dan PKL yang sembarang mengambil hak pejalan kaki. Apalagi dengan hadirnya Terminal Pondok Cabe yang akan kembali difungsikan. Namun jangan salah bahwa Ciputat merupakan sebuah kesatuan dengan Pamulang. Tapi belum ada transportasi intergratif katakanlah dari Muncul melalui Pamulang kemudian belok ke Ciputat. Selain dibutuhkan pelebaran jalan yang tidak bertele-tele juga dibutuhkan pembatasan kendaraaan pribadi yang semakin menggurita.

Jangankan pada saat weekdays, kini saat weekend pun rasanya Pamulang Ciputat semakin akrab dengan kemacetan. Begitu pula saat hari-hari besar, Pamulang Ciputat tak terasa semakin ramai. Sementara infrastruktur berjalan sangat lambat. Lubang-lubang jalan kembali menganga terutama di musim penghujan, dalamnya tak bisa dibayangkan, membuat rusak beberapa kendaraan, drainase jalan seolah dibiarkan begitu saja. Solusinya betonisasi dan peninggian permukaan jalan agar ada selokan baru. Bukan dengan membersihkan selokan yang ada. Karena sudah sering mampet meskipun gak terlalu jauh dengan beberapa situ, jalanan katakanlah seperti Jalan Siliwangi sangat akrab sekali dengan air tergenang meskipun walikotanya lalu lalang melalui jalan yang itu-itu juga. Barangkali ada rencana ke depan yang tengah dipikirkan untuk menyelesaikan hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun