[caption id="" align="aligncenter" width="551" caption="Bersama Admin Kompasiana (dok.pribadi)"][/caption]
Menembus dinginnya udara Tangerang Selatan tak menyurutkan niat saya untuk datang ke kantor Kompasiana di Palmerah, Jakarta (2/10). Sore itu memang awan sangat gelap. Semula saya ingin segera ke Palmerah sepulang sekolah di bilangan Serpong, Tangerang Selatan. Namun, kondisi cuaca yang kurang bersahabat mengurungkan niat saya.
Saya kembali dulu ke rumah untuk mengantar istri saya dan menyimpan laptop yang selalu tersimpan dalam tas. Meskipun saya memiliki jas hujan tapi saya tidak mau nekat menembus pekatnya hujan di beberapa bagian. Sore itu istri saya pun sampai harus membatalkan jadwal privatnya karena hujan yang cukup deras di Pamulang.
Setelah sampai di rumah saya bergegas berganti pakaian dan melaksanakan sholat ashar. Setelah itu saya berpamitan untuk segera ke Palmerah. Sedikit tertahan karena si kecil merengek minta di ajak.
Kondisi lalu lintas seusai hujan memang biasanya macet. Melewati Jalan Ir.H. Juanda, Ciputat saya sudah disambut oleh kemacetan dari depan UIN, Ciputat hingga Pasar Jumat. Melewati arteri Pondok Indah dengan perasaan senang karena tujuan yang di tuju sudah semakin dekat.
Perasaan senang yang meletup-letup beberapa saat tertunda karena saya benar-benar terjebak dalam kemacetan mulai dari Gandaria hingga berhenti di Simprug. Beberapa motor sepertinya sudah tak sabar saling mengdahului.
Akhirnya perjuangan panjang itu terbayar sudah setelah sampai di depan kantor Kompas, Palmerah. Disambut angin yang berhembus menusuk kulit dari sela-sela jas hujan yang semakin kering karena di terpa angin. Cuaca daerah Palmerah sangat bertolak belakang dengan Pamulang. Palmerah hanya di basahi gerimis beberapa saat.
Kemudian saya menghubungi mas Dieki yang biasanya mengurus hadiah. Mas Dieki sudah saya anggap sebagai teman sendiri karena beberapa kali memang selalu bertemu dengannya saat mengambil hadiah. Kami mulai akrab setelah bertemu di Kota Tua (Alfamart) dan saat gelaran acara tes drive Nissan Evalia ke Bandung. Bersama mas Nurul, Mas Hazmi Srondol dan juga mas Harris Maulana.
Meski saya seorang guru, tetap saja bahasa gaul Jakarta "elu gue" jadi bahasa yang kami gunakan. Mas Dieki pun sudah tidak canggung lagi, tidak seperti saat pertama kali bertemu. Kalau murid-murid saya tahu saya suke ber "elu-gue", bisa-bisa saya di jewer ramai-ramai sekelas hehehe.
Saya langsung mendatangi kantor Markom yang juga merupakan kantor Kompasiana. Keduanya hanya dipisahkan oleh sekat. Setelah ngobrol dengan mas Dieki tentang beberapa dan mengambil hadiah review tes drive Nissan Evalia hal, kemudian saya pamit pulang.
[caption id="" align="aligncenter" width="551" caption="Bersama Admin Kompasiana dan Mas Dieki (dok.pribadi)"]