[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Agus (dok.ccstthemovie.com)"][/caption] Membaca judulnya saja sudah membuat saya bertanya-tanya. "Cita-citaku Setinggi Tanah." Itulah judul film terbaru dengan genre pendidikan besutan Eugine Panji. Film tersebut sepenuhnya di danai oleh Aqua. Dan seluruh hasil penjualan tiket akan disumbangkan pada Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Pertanyaannya adalah "Bukankah cita-cita itu harus selalu digantungkan setinggi langit?" Dibuka dengan celoteh anak-anak tentang cita-cita mereka masing-masing. Mungkin diantaranya mirip sekali dengan kita, saat kecil dulu. Menyebutkan cita-cita yang sebetulnya belum diketahui apa makna sebenarnya. "Saya ingin jadi dokter, supaya bisa mengobati orang sakit." "Saya ingin jadi tentara." "Saya ingin jadi cameraman. Pakai topi lalu topinya di balik ke belakang" sambil menunjukkan posisi topi yang sudah terbalik. "Saya ingin jadi guru." "Saya ingin jadi montir. Montir itu yang merancang mobil" Itulah beberapa cita-cita anak-anak yang di tampilkan sebagai opening dalam Film Cita-Citaku Setinggi Tanah. Membuat kita tersenyum mendengarnya. Film ini seolah sebagai panduan yang ditujukan bagi anak-anak dalam menentukan cita-citanya. Mulai dari yang realistis hingga yang terkesan sebuah mimpi, asalkan tidak mistis saja. Namun itulah cita-cita. Jangan pernah ragu apalagi takut untuk bercita-cita. Toh bercita-cita itu kan gratis. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa banyak yang berhasil menggapai cita-citanya? Nah dalam film ini diceritakan bagaimana cara meraih cita-cita dari hal yang paling sederhana. Dari cita-cita yang sederhana itulah kita belajar untuk meraih cita-cita yang tinggi dilangit. Setapak demi setapak dengan penuh perjuangan siapapun bisa menggapai cita-cita setinggi langit. Pasti ada bahagia dan sedih dalam menggapai cita-cita. Yang dibutuhkan hanyalah konsisten, terus berusaha dan bersabar. Biarlah nanti Tuhan yang melancarkannya. "Cita-cita itu tak perlu di impikan, tetapi di jalani" seperti tutur Mbah Tapak pada Agus. Agus adalah murid SD yang bersekolah di desa Muntilan, Yogyakarta. Dengan latar gunung Merapi, lingkungan dimana Agus tinggal memang sangat asri dan bersahaja. Agus pun berasal dari keluarga yang sangat bersahaja. Bapaknya yang diperankan oleh Agus Kuncoro, adalah seorang pegawai di pabrik tahu sementara ibunya yang diperankan oleh Nina Tamam, adalah seorang ibu rumah tangga yang pandai sekali memasak tahu bacem. Agus memiliki tiga kawan dekat. Mereka adalah Puji, Jono dan Sri . Mereka semua memiliki karakter wajah anak-anak desa. Anak-anak kampung yang masih ingin tahu banyak hal. Wajah yang polos namun penuh dengan rasa ingin tahu. Dan mereka adalah pemain baru. Sama seperti yang dilakukan oleh Riri Reza dan Mira Lesmana ketika membuat Film Laskar Pelangi. Semuanya wajah baru dari Belitong. Adalah tugas dari ibu guru yang membuat Agus dijadikan bahan cemoohan teman-teman karibnya. Agus memiliki cita-cita yang sederhana karena berangkat dari kesehariannya yang selalu makan tahu bacem. Pagi bacem, siang bacem, malam pun tetap tahu bacem. Sehingga Agus bercita-cita ingin makan di Restauran Padang. Supaya Agus bisa makan berbagai macam lauk. Tidak sekedar tahu bacem. Meskipun Agus selalu makan tahu bacem, tetapi Agus tak pernah mengeluh pada bapak dan ibunya. Agus mengerti kondisi keluarganya, mengerti kondisi keuangan orang tuanya. Bahkan Agus tak menolak ketika harus membawa bekal tahu bacem ke Sekolah saat Ayahnya sedang kesulitan keuangan. Sementara Jono bercita-cita ingin menjadi seorang tentara. Keseharian Jono selalu tidak lepas dari hal-hal yang berbau militer. Sampai-sampai menggiring ayam pun harus dengan cara merayap, mengendap-ngendap, kemudian menyergap ayam-ayamnya. Puji memiliki cita-cita yang mulia yaitu ingin membahagiakan orang lain. Kegemaran Puji menolong orang lain ternyata tidak dibarengi dengan sikapnya di rumah. Sepulang sekolah Puji hanya membiarkan begitu saja baju seragamnya, sepatunya, kaus kaknya dan tas sekolahnya tergeletak berserakan di lantai. Sementara setelah itu ia pergi bermain. Di rumah kerjaan Puji hanya menghayal dan membersihkan hidung alias ngupil. Namun demikian, Puji sangat ramah kepada setiap orang. Setiap orang ditolongnya. Hidup Puji layaknya seperti kebanyakan orang Indonesia. Bahagia dan hanya hidup untuk hari itu saja. Mengalir seperti air. Padahal membahagiakan orang bukanlah cita-cita, melainkan kawajiban setiap orang. Mey atau Sri yang berperan rada genit, bercita-cita menjadi seorang artis. Yang terpenting bagi Mey adalah koneksi begitulah tutur mamanya. Karena hanya dengan koneksi-lah cita-citanya dapat diwujudkan. Selain itu dia terus berlatih di rumah cara menangis, marah, hingga tertawa terbahak-bahak seperti orang hilang ingatan. Koneksi disini seakan-akan menyentil kita-kita yang masih menggunakan sistem kekerabatan dalam mencari kerja, jabatan dan kekuasaan. Koneksi memang penting tapi bukan berarti harus disalah artikan. Koneksi memang bisa membuka jalan, tapi bukan berarti satu-satunya dan yang utama. Mungkin benar adanya jika koneksi dinegeri ini lebih penting dari sebuah keterampilan yang mumpuni. Yang perlu di cermati adalah cara dari keempat sekawan ini mewujudkan cita-citanya masing-masing. Eugine Panji seolah mengingatkan kita bahwa tanpa usaha mustahil cita-cita itu dapat direngkuh. Tidak ada yang instan! Agus dengan cita-citanya yang sepele pun harus berjuang keras untuk mewujudkannya. Mulai dari menyisihkan uang jajan, menahan untuk tidak jajan, mencari keong disawah yang kemudian di jual pada Mbah Keong hingga mengantar ayam potong ke sebuah restauran Padang dari seorang juragan ayam potong. Penuh liku dan derita. Khas anak-anak Indonesia yang harus bekerja karena orang tuanya tidak mampu atau mungkin sebaliknya karena sengaja dipekerjakan orang tuanya. Dimanfaatkan sebagai pengemis jalanan. Harus meninggalkan sekolah karena menjadi tulang punggung keluarga. Untunglah dalam Film ini Agus masih tetap bersekolah. Hingga klimaksnya Agus lalai menjaga uang tabungannya yang sudah di bongkar dari celengan bambunya. Agus ceroboh karena uang dalam kantung plastik itu jatuh kedalam sumur saat hendak membantu ibunya menimba air. Semua usaha yang Agus lakukan terbayang-bayang kembali. Betapa sulitnya Agus mengumpulkan rupiah demi rupiah hingga akhinrya harus terjerembab dengan keras. Disinilah titik balik seseorang dalam meraih kesuksesan. Siapa yang lolos dari ujian pastilah dia bisa meraih kesuksesan. Siapa yang putus asa dan menyerah tentulah sudah kita ketahui jawabannya. "Nasib seseorang, orang itu sendiri yang menentukannya. Cobaan pasti ada. Tapi rezeki selalu mengikuti. Yang penting usahanya." tutur mbah Tapak yang menghibur Agus yang masih murung karena uang tabungannya jatuh kedalam sumur. Film ini mengambarkan bagaimana melihat cita-cita dari sudut pandang yang berbeda. Kata-kata inspiratif dalam film ini adalah "Cita-cita bukan untuk ditulis, tapi diwujudkan." Jangan sekedar bermimpi tapi tak pernah berusaha untuk mewujudkannya. Lakukan dari sekarang sekecil apapun! Percuma puluhan tahun jadi kompasianer kalau tidak punya buku. #eh #curcol deh. Maaf kompasiana lagi error tuh! Proses pembuatan film ini pun terbilang lama yakni selama dua tahun dengan syuting sebulan penuh di Muntilan, Yogyakarta. Namun, kita bisa melihat hasilnya yang penuh inspirasi. Eugine Panji berhasil membuat penonton berpikir setelah menonton film ini. Sedarhana namun penuh makna. Selain banyaknya pemain dengan wajah baru, film ini juga di dukungan dengan soundtrack yang apik yang dibawakan oleh musisi terkenal Endah dan Rhesa. "Don't let the children fight thier cancer alone!" begitu kata seorang Ibu dari YKAKI. Sebuah karya inspiratif yang ditujukan untuk anak-anak penderita kanker. [caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="(dok.detik.com)"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Nobar bareng Andy F. Noya, numpang beken (dok.pribadi)"]
![Nobar bareng Andy F. Noya, numpang beken (dok.pribadi)](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/553cf4f60423bd733e8b4568.jpeg?t=o&v=770)
Salam Hangat http://dzulfikaralala.wordpress.com Follow @gurubimbel
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI