warung nasi si empok
Dua tahun yang lalu tepatnya setelah lebaran si empok, begitu kami para pelanggan memanggilnya, mulai berjualan nasi persis di belakang ruko. Kebetulan satu-satunya akses pejalan kaki tepat berada di depan rumah kontrakan si empok. Saat itu warung nasi si empok masih menggunakan bangunan seadanya dengan kelengkapan satu buah kursi panjang lengkap dengan mejanya. Furniture sederhana itu jelas terlihat dibuat dari bahan/kayu bekas pakai.
Dulu, ketika pertama kali mengunjungi warung si empok, saya sudah jatuh hati pada masakannya. Masakannya bukan masakan seperti khas warteg. Masakannya begitu mengingatkan saya dengan rumah di kampung halaman. Lauk pauknya sederhana, namun benar-benar cita rasa masakan rumah. Sehingga saya yang merasakannya seolah berada di rumah sendiri.
Entah kenapa para pelanggan, termasuk saya, memanggil ibu dengan satu anak itu empok. Mungkin karena disekeliling ruko adalah warga Betawi maka kami pun ikut-ikutan memanggilnya empok. Namun, kini terkuak sudah jati diri sebenarnya. Ternyata si empok wong Jogja. Dia begitu bangga menempelkan foto Sri Sultan Hamengkubuwono beserta istrinya GKR Hemas persis di belakang tempat dia melayani para pelanggan.
Di warungnya yang sudah luas ini terdapat dua pepatah jawa yang begitu mendalam artinya. Kedua pepatah ini sengaja dipasang dengan menggunakan pigura yang minimalis. Isinya kurang lebih begini:
Aja semangkeyan rumangsa dadi wong sugih, nuli lali marang wong tuane, jalaran iku ateges ora mikani Pangeran.
Yang artinya kurang lebih "jangan sok menjadi orang kaya sehingga lupa sama orang tuamu, ....." nah selanjutnya ini tolong diartikan ya mase mbake, gambarnya kurang bagus jadi tidak jelas tulisan artinya hehehe
Sing Sapa Rumangsa Pinter Dhewe, Sejatine Dheweke Bodho Dhewe.
Yang artinya kurang lebih "Barang siapa yang merasa paling pandai, sesungguhnya dia adalah orang paling bodoh."
Disebelah warung si empok, kebetulan ada sebuah bengkel pembuatan furniture. Sehingga banyak sekali para tukang kayu yang bekerja disana. Barangkali awal berdirinya warung ini mungkin dikhususkan bagi para tukang kayu supaya tidak terlalu jauh ketika mencari makan. Tapi tak disangka ternyata sebagian besar penghuni ruko kini makan siang di warung si empok.
Saat ini saya melihat si empok sudah ditemani seorang asisten. Sebelumnya si empok memang melayani pelanggan sendirian. Nah, suaminya kemana? Saya belum pernah bertanya secara langsung. Mungkin suaminya adalah salah satu tukang kayu di bengkel furniture sebelah.