Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menulis di Majalah Remaja Dapet Kaos Dagadu

28 Januari 2011   16:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:05 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menulis adalah hal yang paling sulit buat saya. Soalnya jujur saja, saya kurang suka jika pas pelajaran bahasa Indonesia di beri tugas mengarang. Tapi ada hal yang membuat saya merasa tergerak untuk mulai menulis ketika masa SMA dulu.

Sebelum memberanikan diri untuk menulis, saya mulai tertarik meminjam majalah remaja puteri Annida. Majalah yang berisi cerpen-cerpen penulis muda yang tergabung dalam forum lingkar pena. "Ketika Mas Gagah Pergi" karya Helvy Tiana Rosa adalah cerpen yang membuat saya selalu tak ketinggalan meminjam majalah tersebut. Tersebutlah ada beberapa penulis yang cukup lama tersimpan dalam memori saya sampai saat ini. Asma Nadia, Gola Gong, Pipit Senja dan Izzatul Jannah adalah penulis yang saya kagumi saat itu. Lewat cerpen merekalah saya berkenalan dengan dunia tulis menulis.
Setelah itu saya mencoba untuk menulis dan merangkai sebuah cerita pendek dengan harapan bisa dikirimkan ke redaksi majalah Annida sehingga bisa dibaca banyak remaja puteri. Tapi karena tidak terbiasa akhirnya cerpen saya tak kunjung selesai hingga saya tamat SMA.

Tetapi ada sebuah tulisan yang pernah dimuat di majalah remaja di Yogya saat SMA dulu, Kuntum. Tulisannya sederhana mungkin hanya terdiri dari 300 kata. Tulisan itu tentang H. Agus Salim yang mampu menguasai beberapa bahasa asing karena fasih berbahasa arab. Bahasa Arab yang dijadikan dasar H. Agus Salim untuk menguasai beberapa bahasa Asing lain. Alhamdulillah ketika tulisan tersebut dimuat dalam sebuah rubrik, akhirnya redaksi kuntum mengirimi saya hadiah sebuah kaus Dagadu yang awalnya tidak saya duga. Saat itu saya senang luar biasa. Karena baru pertama kali menulis langsung mendapatkan hadiah.

Maka ketika majalah kuntum membuka lowongan untuk menerima reporter dari pelajar SMA sayapun mengajukan lamaran. Sayang saya kandas di sesi interview. Pengetahuan saya tentang jurnalistik saat itu sangat kurang. Tapi saya senang karena ada salah satu teman saya yang diterima sebagai reporter.

Saya menulis cerita ini terilhami dari tulisan HH tentang Kompasiana Hybrid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun