Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencermati Para Khatib Jumat Berbahasa Indonesia

30 Oktober 2012   22:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:12 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap hari Jumat umat Muslim di Indonesia melakukan atau melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah di masjid. Sebelum shalat Jumat akan ada seorang khatib yang memberikan ceramah berisi nasihat dan petuah pada para jamaah yang hadir. Meskipun banyak diselingi dengan doa serta shalawat atas Nabi SAW, namun isi ceramah tetap menggunakan Bahasa Indonesia.

Konon, pada masa penjajahan dahulu, pemerintah kolonial kerap kali melarang para khatib untuk berceramah dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Karena ceramah dengan Bahasa Indonesia bisa dikategorikan untuk mempersatukan umat Muslim yang saat itu dikhawatirkan bisa menganggu keberadaan pemerintahan kolonial.

Selain itu pesan-pesan kuat tentang persatuan dan amanat pemimpin bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaan kerap disampaikan saat khutbah Jumat juga dianggap bisa merongrong pemerintahan kolonial. Maka, hingga sekarang masih ada di beberapa daerah yang menggunakan Bahasa Arab secara keseluruhan prosesi khutbah Jumat. Mulai dari pembukaan, inti ceramah hingga penutup akhir. Salah satunya di daerah Parung, Bogor.

Saat ini sebetulnya momen khutbah Jumat bukan hanya dijadikan momen untuk membina dan memberikan petuah pada ummat, namun terkadang disalahgunakan dengan memanfaatkannya sebagai ajang kampanye. Tercatat beberapa kali di salah satu masjid di Tangerang Selatan, momen khutbah Jumat diselingi dengan arahan untuk memilih pasangan tertentu pada saat pemilihan Walikota Tangsel pun Gubernur Banten.

Perlu adanya independensi dari para khotib agar tidak disusupi dengan kepentingan-kepentingan tertentu yang hanya menguntungkan segelintir orang atau golongan. Seharusnya disitulah momen yang paling tepat untuk menyadarkan umat terhadap berbagai persoalan bangsa. Salah satunya adalah dengan memerangi penyakit kronis bangsa yaitu korupsi. Mungkin sudah kurang berisi lagi jika bahasannya hanya sekedar sabar, ikhlas dan ridha. Bukan berarti hal-hal seperti itu tidak penting, namun harus ada gerakan penyadaran umat agar semua tergerak untuk sama-sama memperbaiki mental bangsa. Negara ini diambang kehancuran jika penyakit kronis tersebut tidak bisa diamputasi.

Nah, apa yang ingin saya kritisi selain hal diatas adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang digunakan oleh para khatib. Penguasaan khatib terhadap Bahasa Indonesia boleh dibilang masih harus mendapatkan perhatian lebih. Terutama generasi khatib senior yang kurang mengikuti perkembangan bahasa.

Misalnya beberapa hal yang masih kerap terdengar adalah penggunaan kata-kata ganda seperti "adalah merupakan" dan "agar supaya". Hal ini sepertinya sudah jadi kebiasaan para khatib lanjut usia yang pernah hidup di tiga era pemerintahan dari zaman orde lama hingga zaman reformasi. Tidak tertutup juga dilakukan oleh para khatib muda yang mengikuti pola kesalahan yang sama. Meskipun mayoritas para khatib masih berceramah dengan menggunakan teks.

Sebaiknya ada pembinaan dari MUI dan FUI atau bahkan Kementerian Agama tentang pentingnya para khatib untuk menyesuaikan redaksi ceramahnya dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku saat ini. Karena akibatnya bisa cukup fatal jika selalu melakukan kesalahan yang sama. Anak-anak usia sekolah yang belajar Bahasa Indonesia bisa dikatakan cukup terupdate pengetahuan berbahasanya meskipun belum ada jaminan mendapatkan nilai baik dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka akan bingung ketika mendengarkan ceramah berbahasa Indonesia namun tidak sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan.

Oleh karena itu betapa pentingnya kesadaran untuk memperbaiki cara Berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Agar semuanya seiring sejalan dengan apa yang diajarkan disekolah. Sebagai orang tua tentu tidak perlu malu untuk selalu terus belajar. Karena belajar itu adalah kewajiban bagi setiap insan mulai dari buaian hingga ke liang lahat.

Salam Hangat

Follow @gurubimbel

http://dzulfikaralala.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun