Â
Salah satu ruang makan didalam KRI Banda Aceh 593/dok.pribadi
Sudah bukan rahasia lagi bahwa menjadi prajurit harus siap dengan berbagai kondisi. Termasuk menu makan. Menu makan inilah, menu yang sehari-harinya disantap para prajurit TNI AL ketika berlayar mengarungi selat dan samudera. Begitu juga dengan yang kami rasakan saat berada dalam KRI Banda Aceh 593 dalam perjalanan menuju Sorong dari pelabuhan Soekarno Hatta Makassar (7/6).
Di beberapa lokasi perbatasan, bahkan seorang prajurit harus bercocok tanam dan berburu hewan demi bisa tetap bertahan hidup atau sekedar memenuhi kebutuhan protein hewani. Alasannya harus demikian, karena pasokan kebutuhan pangan tidak datang setiap hari, melainkan bisa seminggu atau bahkan sebulan sekali karena sulitnya akses jalan menuju perbatasan.
Untuk di KRI BAC 593 jangan pernah berpikir akan ada seorang chef atau koki layaknya dalam kapal pesiar, semua dilakukan oleh prajurit. Maka rasanya cukup alakadarnya namun tidak mengurangi kenikmatan bersantap bersama. Jam makan pun diatur. Pagi pukul 6-7, Siang 12-13, dan malam 18-20 Waktu Indonesia bagian KRI BAC 593 hehehe.
Menu Sederhana (bukan nama rumah makan Padang) yang menyatukan kita semua/dok.pribadi
Urusan menu sederhana, beragam dan memenuhi kebutuhan. Yang menjadi berlian dan buruan didalam KRI BAC adalah keberadaan sambal dan kerupuk. Mungkin karena kebiasaan orang Indonesia yang tak pernah luput dari sambal. Saya sendiri malah membeli kecap sambal bango untuk menambah gairah dan nafsu makan selama berlayar.
Saat pertama kali mencicipi masakan ala KRI BAC, kami mendapatkan menu opor ayam. Ya, hanya opor ayam. Sendok dan piring bisa digunakan secara bergantian. Syaratnya memakai dalam keadaan bersih, dan mengembalikannya pula dalam keadaan bersih. Maka tak heran jika semua kegiatan di KRI BAC selama ENJ 2015 ini kami selalu hidup tertib, disiplin dan bersahabat dengan antrian Yap, mirip mirip lah dengan kehidupan di pondok pesantren.
Namun sejak rekan kamar saya bicara panjang lebar tentang Hepatitis, akhirnya saya memilih tak menggunakan sendok dan memilih mencuci kembali piring yang akan digunakan sebelum dipakai hahahahaha....kampret benar itu si Wahyu. Mentang-mentang bawa piring dan sendok sendiri, suka-sukanya dia bicara masalah hepatitis.
Menu makan siang pada hari pertama tidak ada karena semua peserta keluar untuk berkegiatan. Saya sendiri ke pulau Kodingareng, Menunya? Jangan tanya. Akan saya siapkan tulisan tersendiri tentang jamuan makan siang di Pulau Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan.