Setelah hampir dua bulan berada di rumah saja. Anak-anak saya akhirnya bisa merasakan ke luar rumah. Tapi, itupun tetap berada di kendaraan saja. Sementara kami para orang tua bersilaturahmi pada orang tua, bibi, dan nenek yang sudah berpulang.
Hampir semuanya berpulang secara berurutan. Nenek dari istri berulang tahun 2013, saat usia si sulung sudah tiga tahun. Kemudian disusul oleh kakeknya dari ayah mertua, juga meninggal dunia pada tahun 2015. Persis setahun setelah ayah saya meninggal dunia.
Tahun 2020 yang berpulang adalah bibi dari istri yang tiba tiba divonis kanker usus. Kejadiannya begitu cepat, hanya bisa bertahan sebulan.
Bukan tak sayang, bukan tak hormat, meski kuburan ini juga letaknya tidak berjauhan dengan rumah para kerabat, tetapi kami tetap mematuhi protokol kesehatan, tidak mengunjungi orang lain. Toh, kemarin pun sudah video call dan saling bermaafan.
Pengalaman bagi anak-anak cukup membuat mereka terhibur. Entah apa rasanya keluar rumah setelah dua bulan tidak pergi ke mana-mana.
Lokasi kuburan kebetulan berbeda-beda. Rute yang kami tempuh mulai dari Radio Dalam, Jaksel, hingga ke Ciledug Tangerang Kota, kemudian tembus ke Graha Regency dan pulang ke Tangerang Selatan.
Jalanan relatif lengang meski tak kosong-kosong amat. Melewari pasar Cipulir pun sudah ada beberapa pedagang yang berjualan menggunalan motor, tapi tidak sepadat tempo lalu yang viral saat pertama kali PSBB diberlakukan di Jakarta.
Makan siang lagi-lagi mengandalkan drive thru di salah satu resto cepat saji. Bukan hanya kami saja yang antre, tapi para ojol pun ikut antre cukup tertib.
Entah gimana nanti kita menghadapi situasi new normal di tengah meningkatnya pasien covid19 akibat mereka yang tidak mengindahkan protokol kesehatan sebelum lebaran.Â
Esok, kantor saya pun sudah mulai normal seperti biasa meski kegiatan masih sepenuhnya WFH.Â
Mudah-mudahan sehat sehat ya teman2 Kompasianer.
