Jangan lupa juga bahwa tren elektabilitas Jokowi Amin masih naik sementara elektabilitas Prabowo Sandi cenderung turun. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil survei sebelumnya baik dari survei Kompas maupun hasil survei SMRC misalnya.
Di sisa waktu yang mepet ini, kubu 02 akan terus menunggu kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Jokowi. Sehingga narasi itulah yang diolah menjadi serangan terhadap kubu 01. Berbeda dengan kubu 01 yang justru sibuk meluruskan hoax dan fitnah yang selama ini digulirkan dan dialamatkan kepada pemerintah.Â
Malahan, kubu 02 sudah sejak awal meragukan independensi KPU dengan hoax 7 juta surat suara yang telah tercoblos. Simak juga omongan Amien Rais yang meminta KPU tidak menggelar perhitungan suara di Hotel Borobudur dengan alasan banyak jin dan genderuwonya. Alasan seperti itu justru menghinakan dirinya sendiri. Sosok sekelas Amien Rais saja sampai sebegitunya mencoba mendelegitimasi KPU.
Apa yang perlu dilakukan relawan Jokowi?
Relawan dan mesin politik Jokowi harus benar-benar memanfaatkan sisa waktu yang ada secara optimal. Tampil di berbagai media menunjukkan bahwa Jokowi tidak anti Islam, tidak anti ulama malahan menggandeng ulama sebagai cawapresnya.Â
Turun ke lapangan door to door meyakinkan bahwa di bawah pemerintahan Jokowi tidak ada yang perlu dikhawatirkan seperti yang dituduhkan emak-emak PepesÂ
Sosok yang paling ampuh menangkal itu semua contohnya seperti sosok Adian Napitupulu yang dengan mudah bisa membungkam Dahnil, Priyo Budi, dan Mardani Ali Sera.
Seperti kata Adian, jangan pernah rela menyerahkan kekuasaan kepada orang yang pernah dipecat dari jabatannya sesuai dengan surat keputusan DKP. Jadi, pemecatan Prabowo bukan tuduhan, hoax ataupun fitnah. Ini harus clear!Â
"Kubu 02 didukung oleh Tommy Soeharto yang terbukti membunuh seorang Hakim. Bagaimana mungkin kita menyerahkan pada orang-orang seperti ini? Saya tidak mau!" Pungkas Adian dalam acara MataNajwa.
Narasi kompas hanyalah persoalan sepele jika dibandingkan dengan pemecatan dan bukti kejahatan yang dilakukan oleh Tommy Soeharto. Tidak bisa dibayangkan jika mereka menjadi bagian pemimpin tertinggi negeri ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H