"Korupsi di Indonesia seperti Kanker Stadium 4" kata Prabowo.
Ucapan Prabowo dalam acara "The World in 2019 Gala Dinner" yang diselenggarakan oleh majalah The Economist di Hotel Grand Hyatt Singapura beberapa waktu lalu, menuai reaksi keras termasuk dari pimpinan KPK RI.
Ungkapan Prabowo tersebut memang terkesan hiperbola, berlebih-lebihan, seolah-olah korupsi di negeri ini seperti penyakit akut yang sudah tidak bisa diselamatkan lagi.
Lembaga anti rasuah Indonesia yang selama ini selalu melakukan kemoterapi terhadap sel-sel korupsi yang muncul termasuk dari Partai Allah sekalipun menampik pernyataan tersebut.
KPK bicara berdasarkan bukti data, bukan semata bicara tanpa ada bukti dan data yang valid.
Jelas saja Agus Rahardjo (Ketua KPK RI) juga merasa terusik dengan ucapan Prabowo. Menurutnya indeks korupsi di Indonesia kini jauh lebih baik daripada saat Orde Baru.Â
Agus menyebutkan bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia saat awal reformasi berada di urutan paling bawah di Asia Tenggara berada di peringkat empat di bawah Malaysia dan Brunei. Namun, saat ini Indonesia bisa memperbaiki peringkatnya dengan melampaui kedua negara tersebut.
Sebenarnya pernyataan-pernyataan Prabowo yang tidak berdasarkan data dan fakta bukan hanya kali ini saja. Beberapa kali Prabowo mengungkapkan pernyataan-pernyataan berlebihan yang justru menjadi senjata makan tuan.
Contohnya saja ketika keluar pernyataan bahwa angka kemiskinan di Indonesia naik 50 persen dalam lima tahun terakhir. Secara tersirat jelas kritik ini dialamatkan kepada siapa.
Alih-alih mendapatkan dukungan, justru omongan tersebut lagi-lagi dibantah oleh Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto. Suhariyanto berpendapat angka kemiskinan justru mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Dan itu dijawab dengan data, bukan sekadar omongan saja.