Lusa, kita sudah memasuki bulan Ramadan. Pemerintah sudah menetapkan melalui sidang isbath bahwa tanggal 1 Ramadan bertepatan dengan tanggal 17 Mei 2018. Meskipun awal Ramadan kali ini memang sungguh sangat berbeda dengan Ramadan sebelumnya.
Indonesia benar-benar diberikan ujian berupa bom di Surabaya. Namun, sebaiknya kita memang bisa fokus cukup menyambut Ramadan saja. Momen khusus dimana umat muslim bisa meningkatkan ibadah serta ketakwaannya selama satu bulan penuh.
Beberapa hal yang menarik ketika menyambut Ramadan adalah tradisi atau kebiasaan unik antara di desa dan di kota. Apa aja sih perbedaannya?
Menyambut Ramadan di Desa sangat kental dengan beberapa tradisi unik. Di beberap kampung di Jawa Barat misalnya dikenal dengan istilah "munggahan". Utamanya mengadakan syukuran berupa makan bersama sebelum memasuki bulan Ramadan.
Bahkan di Jawa Timur, biasanya almarhum nenek saya sudah sibuk memasak menyiapkan beberapa hantaran makanan untuk dibagikan kepada tetangga sekitar. Untuk menghormati kebiasaan tersebut, tetangga biasanya membalas hantaran dengan memberikan makanan atau hidangan lainnya.
Sungguh sebuah potret kerukunan yang amat indah. Kadang kala hal tersebut dilakukan tidak memandang rasa, agama dan latar belakang. Semua tetangga terdekat dikirimi hidangan nikmat.
Kebiasaan ini bahkan berlanjut pada saat lebaran dengan mengirimkan kupat dan opor ayam. Tradisi turun temurun tersebut bahkan menurut Jongkie Tio, salah satu tokoh Tionghoa di Semarang diadopsi dalam tradisi Tionghoa pada saat Imlek. Dari situlah muncul salah satu makanan khas saat Imlek seperti Lontong Cap Go Meh.
Sedangkan di kota-kota besar relatif tidak ada sesuatu yang istimewa selain pawai obor. Pawai obor ini biasanya dilakukan oleh anak-anak muda, karang taruna bahkan anak-anak TPA. Pawai obor dimaksudkan untuk memacu dan melecut semangat anak-anak untuk bisa berpuasa selama sebulan penuh.
Dan di akhir penghujung Ramadan nanti, pawai obor tersebut ditutup dengan takbiran. Sayangnya di Jakarta sendiri takbiran sudah dilarang karena kerap kali menimbulkan korban karena menggunakan mobil-mobil dengan bak terbuka dan memacetkan jalan.
Itulah sedikit perbedaan antara penyambutan bulan suci Ramadan di desa maupun di kota yang tidak mengurangi semangat untuk merayakan bulan yang dinanti-nanti sebagai bulan penuh Rahmat, bulan penuh ampunan dan bulan penuh berkah bagi semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H