Awalnya tidak terpikirkan sama sekali oleh saya untuk menjadi seorang freelancer, apalagi saat ini profesi seorang freelancer masih kurang begitu dipahami oleh masyarakat awam. Sedihnya ya dicap jadi seorang pengangguran hahahaha.
Contohnya saja ketika saya berbelanja di warung ataupun membeli soto betawi di tempat langganan saya dekat rumah. Saya selalu kesulitan untuk menjawab ketika ditanya "Lagi libur bang?"
Nggak mungkin dong saya menjawab "iya lagi libur". Lama-lama mereka pasti bertanya-tanya, masa libur setiap hari hahaha.
Meskipun terlihat sangat menyenangkan dari luar, tetapi sebetulnya proses menjadi seorang freelancer itu membutuhkan beberapa modal selain mental tentunya.
Bukan bermaksud untuk menggurui, tetapi saya ingin sedikit berbagi bagaimana saya mempersiapkan diri untuk terjun dalam dunia freelancer khususnya sebagai seorang content writer sembari menjalani profesi sebagai part time blogger.
1. Business Plan
Jujur untuk masalah business plan, saya masih meraba-raba. Maklum lah dulu saya belum pernah mendapatkan mata pelajaran atau mata kuliah entrepreneurship. Sepertinya perlu juga nih saya kursus lagi buat bikin business plan.
Yang jelas saya punya mimpi untuk mendirikan sebuah wadah atau semacam komunitas yang mewadahi semua content writer sehingga bisa menjual jasanya dengan harga yang sepadan.
Fyi, ada lho content writer yang berani menjajakan jasanya dengan harga Rp 5.000 - 10.000/tulisan. Entah bagaimana itu kerjanya ya. Rasanya kalau buat saya, berat banget dengan harga segitu. Tapi, hidup itu memang keras sih.Â
Eh, btw kalau soal kualitas tulisan jangan dibandingkan antara harga RP 10.000 dengan harga Rp 100.000 per-tulisan ya hehehe... istilah kerennya gak apple to apple.
2. Marketing
Bekerja sendiri artinya harus memahami bagaimana caranya memasarkan produk sendiri terutama produk jasa sebagai seorang jasa penulis. Salah satu yang saya persiapkan adalah dengan mengumpulkan berbagai pengalaman dari lomba menulis dan juga beberapa contoh tulisan yang saya kumpulkan dalam bentuk portofolio digital.
Cara seperti ini tentu saja lebih mudah ketika ada seseorang yang ingin bekerja sama atau mencari informasi apa yang bisa saya kerjakan untuk perusahaan mereka. Yang jelas saya harus bisa mengemas tampilan menjadi lebih bagus dan profesional di mata calon klien saya.
3. Financial Planner
Inilah salah satu kelemahan generasi milenial ketika menghadapi dunia glamour yang penuh dengan godaan. Beruntung saya masih dididik dalam lingkungan yang cukup konvensional sehingga masih memikirkan investasi dibandingkan dengan menambah pengalaman.
Satu sisi saya bersyukur berkat didikan setengah konvensional dan setengah milenial itu (bahasa apa ini hahaha) akhirnya setelah memiliki rumah pribadi, kini saya bebas melenggang untuk menentukan destinasi-destinasi indah di luar sana. Eh tapi, itu juga atas bantuan mertua kok hahaha.
Benar, menurut data survei di salah satu berita online, generasi milenial yang mampu membeli rumah itu rata-rata masih dibantu oleh orang tua/mertuanya. So, buat yang mau cari calon, menikah itu bukan sekadar menikah dengan anaknya doang, tapi juga mencari kecocokan dengan calon mertua hahaha, berat dah dari freelancer ke mertua.Â
Ngomong-ngomong, gara-gara dapat hadiah ke Macau, benar-benar membuat saya ketagihan traveling ke luar negeri. Feel-nya memang terasa beda ketika menyusuri destinasi di luar negeri meskipun masih banyak tempat wisata di tanah air yang tak kalah menarik.
Nah, saya mulai banyak belajar nih tentang financial planner. Bagaimana mengatur keuangan untuk masa depan terutama saat ini saya sudah memiliki tanggungan dua orang anak yang butuh pendidikan, kesehatan dan juga kebutuhan bermain. Di sisi lain gimana caranya biar bisa tetap traveling. Gak perlu jauh-jauh ke luar negeri juga sih, tapi kalau bisa sih boleh juga hahaha.
Selain itu juga, jika sudah memasuki usia kepala tiga, saatnya membekali diri dengan investasi masa depan. Banyak yang menyarankan untuk berinvestasi pada logam mulia dan properti. Namun, saat ini rasanya saya malah tertarik mengembangkan bisnis baru di bidang kuliner sebagai salah satu opsi jika sedang sepi orderan nulis hehehe.
4. Networking
Salah satu alasan saya tetap aktif dalam salah satu komunitas blogger adalah kesempatan bertemu banyak orang dan membantu banyak orang. Hidup tidak semata-mata harus selalu meminta, justru apa yang kita punya harus sebanyak-banyaknya kita berikan terutama ilmu yang manfaatnya jelas amalnya bakal dibawa ke alam baka.Â
Nabi berpesan untuk menyedekahkan ilmu dan harta, kalau tidak punya banyak harta apalagi masih ada utang, ya sedekah ilmu lah, jangan pelit-pelit. Nanti nyesel lho ilmunya dibawa mati tapi enggak bermanfaat.
Dari sambung silaturahmi ini juga justru saya malah mendapatkan pintu-pintu rezeki yang tidak diduga-duga. Malahan ada beberapa yang datang dari sobat lama. Manfaatkan sebaik-baiknya pertemanan. Jangan selalu di bawah, tapi berbesar hati dengan selalu di atas... #termarioteguh.
5. Pitching
Kemampuan ini sebetulnya tidak terlalu sulit untuk saya pelajari, Modal sebagai guru dan sedikit ilmu public speaking menjadi moderator di dua event Kompasianival membuat rasa percaya diri saya cukup lah kalau sekadar berbicara di depan CEO atau jajaran Direksi sebuah start up.
Yes, kabar baiknya pitching pertama saya berhasil goal hehehe. Lumayan kan buat freelancer newbie seperti saya. Tapi, saya memang harus banyak belajar sama teman-teman komunitas blogger yang jauh lebih dulu terjun mencari sponsor dengan cara pitching sini dan pitching sana. Â
Nah, kalau tertarik mau kolaborasi bareng saya, bisa cek deh harga jujur dan enggak bohong. Soal harga dinego aja Say...
Instagram @DzulfikarAlala | Twitter @DzulfikarAlala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H