Tahun 2015 menjadi sejarah pertama kalinya saya menginjakkan kaki ke bumi Papua. Melalalui jalur Makassar, saya berlayar selama tiga hari menuju Sorong bersama tim Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 yang diutus mewakili Kompasiana.Â
Itu pula yang menjadikan saya pertama kalinya melintasi garis khatulistiwa pertama kalinya. Sungguh pengalaman luar biasa yang tak terlupakan bersama para Marinir TNI AL di KRI Banda Aceh 509.
Berkat perjalanan itu pula akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Raja Ampat, merasakan kelembutan pasir surgawi yang putih bersih dan indah. Tak ada kata-kata yang bisa saya ucapka saat tiba di Pantai Cemara, Raja Ampat, Papua.
Tapi, jangan senang dulu. Karena perjalanan menuju Wayag, Painemo dan beberapa pulau indah lainnya tidak semudah yang dibayangkan. Butuh waktu dan ongkos tambahan untuk bisa menjejaki pulau pulau indah itu.Â
Namun saya tak lantas kecewa, saya malah bersyukur bisa menikmati keindahan bumi Papua.
Selain keanekaragamannya, Papua memiliki hasil bumi yang memiliki banyak manfaat. Batu saja bisa punya nilai tinggi. Pada tahun 2015 boleh dibilang berada di penghujung popularitas batu pancawarna. Dan Pancawarna Papua inilah yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Tak heran jika banyak penjual dari Jawa dan Sulawesi yang rela terbang jauh-jauh ke Sorong dan Raja Ampat demi mendapatkan Pancawarna.
Keunikannya pancawarna Papua memiliki warna gradasi yang cantik dan tidak dimiliki batuan lainnya jika dibandingkan dari berbagai daerah di Indonesia.
Benar mungkin pemerintah kurang peduli, namun niat baik Jokowi untuk menyeragamkan harga BBM hingga Papua sudah menjadi langkah postif bahwa Peperintah memerhatikan bagian dari Indonesia di sebelah Timur ini.