Guru saya pernah berkisah bahwa dia pernah mengunjungi sebuah sekolah yang sudah menerapkan pola ujian tanpa pengawas. Wow, batin saya. Mana ada penyelenggaraan ujian tanpa kehadiran pengawas!
Sejak SD hingga kuliah tidak pernah sekalipun saya merasakan ujian tanpa pengawas. Semua ujian yang saya ikuti selalu diawasi oleh pengawas. Bahkan terakhir di sebuah sekolah swasta di bilangan BSD, saat mengikuti tes tulis calon guru, ternyata ada kamera pengintai yang mengawasi.
Orang-orang yang mengikuti ujian tanpa pengawas sejatinya adalah orang-orang yang sudah merasakan dan merasa diawasi terus oleh yang Maha Pencipta. Jadi, jika sudah demikian memang tidak perlu diawasi lagi oleh seorang pengawas yang bisa mengantuk dan bisa lengah.
Ironisnya apa yang diterapkan saat Ujian Nasional nanti adalah 'rasa curiga' yang mendalam terhadap siswa yang akan berbuat curang dengan menambah kode soal hingga menjadi dua puluh tipe yang berbeda dengan tingkat kesulitan yang serupa.
Kenapa kita tidak pernah terpikir untuk memberikan rasa percaya sepenuhnya pada anak-anak kita bahwa mereka akan mengerjakan soal ujian dengan sepenuh hati? Bukankah mereka akan merasa bangga jika diberikan sebuah kepercayaan? Memang pada mulanya tidak akan sepenuhnya berjalan mulus. Namun itulah yang namanya pendidikan. Perlu proses panjang untuk meraih sebuah kesuksesan. Meskipun demikian, saya sangat yakin bahwa anak-anak Indonesia harus mulai diberikan kepercayaan dan ditanamkan rasa bahwa gerak-gerik mereka bukan hanya diawasi tapi juga dicatat oleh malaikat yang senantiasa mendampingi mereka.
Dengan demikian jika hal ini terwujud rasanya tidak perlu ada lagi KPK, tidak perlu ada lagi korupsi, tidak perlu ada lagi kebohongan diantara kita.
Salam hangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H