Tak Jujur, Otaknya bisa Bermasalah
Oleh: Dzulfikar Ala'la
Saya terkesima dengan tulisan M. Zaid Wahyudi dalam rubrik Iptek, Neurosains, Kompas Cetak 25 April 2013. Tulisan tersebut kurang lebih berjudul "Tak Jujur, Tak Memiliki Nalar". Ternyata bukan hanya narkoba saja yang menganggu "neurotransmitter" dalam otak, begitu juga dengan perilaku bohong. Jika perilaku berbohong ini terus menurus dilakukan, kerja otak akan terganggu karena secara otomatis orang yang berbohong akan terus dililiputi rasa bersalah dan dosa. Hal tersebut memang alamiah karena otak dipaksa untuk keluar dari fitrahnya.
Ibarat sebuah mesin berkompresi tinggi tidak mungkin diisi dengan bahan bakar dengan timbal. Alih-alih mesin akan cepat rusak dan tidak akan bertahan lama alias tidak awet. Kinerja tersendat bahkan bisa jadi langganan mogok. Tak bertenaga dan pada akhirnya akan dimuseumkan.
Subhanallah, Tuhan Maha Sempurna telah menciptakan otak dengan sangat sempurna pula. Otak dengan sengaja diciptakan untuk melakukan hal positif saja. Ketika seseorang berkata jujur otak akan berfungsi dan mengirimkan sinyal-sinyal pada tubuh sehingga seseorang akan merasakan lepas, bebas dan nyaman karena berkata jujur.
Sedangkan seseorang yang berkata bohong secara nyata melanggar fungsi otaknya yang didesain untuk selalu jujur. Maka timbullah perasaan bersalah, penyesalan dan terus diliputi dengan ketakutan karena berkata bohong.
Apa yang ditulis oleh mas Zaid membuka mata kita bahwa segala sesuatu yang kita lakukan secara positif akan berdampak positif juga terhadap tubuh kita. Jika kita berbicara penuh optimis dan selalu berpikir positif jelas akan membantu metabolisme tubuh agar bekerja dengan sempurna sehingga bukan hanya tubuhnya saja yang sehat tetapi juga jiwanya juga ikut sehat.
Dalam kaitannya dengan pendidikan di Indonesia tentu saja bisa dilihat secara gamblang. Anak-anak dipecundangi dengan Ujian Nasional sehingga mereka terpaksa melawan fitrah penciptaan otak yang seharusnya digunakan untuk menjunjung tinggi kejujuran dan bukan kecurangan dan kebohongan yang sistematis. Maka tak salah jika daya nalar siswa menjadi rendah pada akhirnya.
Ancaman dari perilaku tidak terpuji suka berbohong inilah yang akan berakibat sangat fatal. Jika otak melulu dipaksa untuk berbohong maka daya nalarnya semakin lama akan semakin berkurang.
Daya nalar inilah yang sangat penting. Terbukti bahwa kita tidak bisa menalar bagaimana mungkin pendidikan di sekolah selama 9 hingga 12 tahun lamanya hanya diuji 4 hari saja untuk ditentukan kelulusannya.
Rencana kebijakan premium dengan dua harga pun dianggap tidak logis. Maklum lah kebijakan tersebut memang dirancang dan direncanakan oleh politisi yang bisa jadi belum merealisasikan janji-janji manisnya pada saat kampanye atau bisa saja lebih parah dari itu bahwa mereka memang terbiasa melakukan kebohongan semata mata demi untuk sebuah pencitraan. Maka tidak heran jika kebijakan-kebijakannya tidak logis.
Kesimpulannya adalah otak kita ternyata sudah dirancang untuk selalu berlaku jujur dan lurus. Jika terlalu banyak digunakan untuk berbohong tentu saja akibatnya akan terjadi disfungsi otak dan penurunan fungsi otak itu sendiri.
Salam otak-otak