Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menikah di Depan Ka'bah Ternyata Berujung Cerai?

11 Agustus 2012   20:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:55 2807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah banyak contoh pasangan yang menikah di depan Ka'bah. Harapannya agar kehidupan pernikahan mereka langgeng sampai kakek nenek. Tapi sayangnya menurut survey kecil-kecilan ditemukan bahwa ada delapan pasangan dari dua belas pasangan yang menikah langsung didepan Ka'bah ternyata berujung dengan perceraian. Pernyataan ini memang belum disurvey secara ilmiah, tapi pernyataan ini langsung diutarakan oleh KH. Muchtar Adam, Pengasuh Pimpinan Pesantren Al-Quran Babussalam, Bandung. Pernyataan itu hampir setiap khutbah nikah disampaikan kepada pengantin baru maupun pengantin bari (sunda: lama). Pak Kyai mengingatkan bahwa pernikahan yabg dilakukan di depan Ka'bah akan menjadi sia sia belaka jika kita tidak bisa menghadirkan Allloh SWT dalam sendi-sendi kehidupan kita. Jangan sampai pernikahan di depan Ka'bah menjadi sebuah simbol bahwa keluarga kita itu akan sakinah, mawadah wa rahmah. Bukannya tidak suka jika ada pengantin yang meminta pak Kyai menjadai saksinya di baitullah. Namun, pak Kyai lagi-lagi mengingatkan ternyata sudah banyak pernikahan yang disaksikannya di rumah Alloh, ternyata berujung perceraian. Mungkin inilah yang dimaksud pak Kyia gagal menghadirkan sosok Alloh SWT dalam sendi-sendi kehidupan. Lalu bagaimana caranya agar dapat menghadirkan yang Maha Pengasih dan Penyayang dalam kehidupan kita. Bulan puasa inilah contoh nyata bahwa kita sudah mampu menghadirkan Alloh SWT dalam diri kita sendiri. Ketika 30 menit menjelang berbuka, hidangan sudah tersedia. Tapi tidak ada yang berani menyentuhnya. Karena kita tahu bahwa meski makanan itu halal, sesunguhnya Alloh SWT menyaksikan kita. Sikap seperti inilah yang seharusnya hadir dalam diri kita. Merasa diawasi, merasa dilihat, merasa bersama-Nya. Maka sesungguhnya jika sikap seperti ini sudah ada dalam diri kita tidak perlu jauh-jauh menikah di depan Ka'bah hanya sekedar simbolisasi semata. Lebih dari itu pula, jika semua aparat pemerintah seperti ini tentu kasus korupsi tidak akan ada lagi di negeri ini. Maka sepertinya memang masih banyak yang memaknai bulan Ramadhan hanya sebagai simbol-simbol belaka. Menikah di depan Ka'bah pun pasti berujung cerai jika niatnya hanya ingin dilihat orang dan ahanya sekedar gengsi semata. Satu lagi yang juga penting menurut pak Kyai. Inti dari ajaran Islam itu adalah Makrifatullah. Inti dari Makritfatullah itu adalah akhlak. Inti dari Akhlak itu adalah Sillaturahim. Inti dari Sillaturrahim itu adalah menggembirakan orang lain. Apakah suami sudah membahagiakan istri? Apakah istri sudah membahagiakan suami? Apakah pimpinan sudah membahagiakan bawahan? Apakah bawahan sudah membahagiakan atasan? Apakah kompasianer sudah membahagiakan sesama kompasianer? Ataukah malah sibuk saling sikut, saling fitnah, saling benci, saling bantah? Jika belum membahagiakan orang lain maka itulah muslim yang blm memahami arti sholat, puasa, zakat, haji. Kesemuanya memiliki hubungan dengan manusia yaitu membahagiakan, meringankan, memperindah hubungan. Bukan malah sebaliknya. Nah, mari kita luruskan lagi niat kita. Perbaiki diri di sisa akhir bulan Ramadhan untuk introspeksi. Apakah kita sudah makrifat atau hanya sekedar menjalankan syariat. Apalagi jika ingi berpoligami, tanya diri sendiri apakah sudah membahagiakan istri, anak-anak dan keluarga? Pak Kyai yang gemar menanam tanaman ini tetap setia pada satu istri selama hampir kurang lebih 53 tahun lamanya. Sampai saat ini pak Kyai sudah dikarunia tujuh orang putra dan putri serta 37 cucu dan yang terakhir adalah 3 orang cicit. Hingga kini pak Kyai tetap setia pada istri pertama dan juga merupakan istri yang terakhir. Mudah-mudahan menjadi contoh potret kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Wallahualam *foto adalah dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun