Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menyiapkan Diri Ketika Ditinggal Pergi Anak Kita

3 April 2012   12:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:05 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari dua pengalaman tersebut terus terang saya sudah harus siap kapan saja. Entah itu ditinggalkan anak, istri, orang tua, ataupun keluarga lainnya dengan selalu kembali kepada-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Obati luka hati dengan kitab suci.

Sesungguhnya apa yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan dari Tuhan. Kecenderungan manusia memang mencintai anak, istri, harta, mobil mewah, tanah luas, kebun dan sawah yang sesemuanya itu sewaktu-waktu bisa diambil tanpa sepengetahuan kita. Dia tidak perlu meminta izin kepada kita karena semua itu bukan milik kita. Itu semua semata-mata hanya milik-Nya. Dan terkadang ketika salah satunya diambil dari sisi kita, bisa jadi itu adalah teguran dan ujian dalam kehidupan kita. Sejauh mana kita bisa siap hanya bisa dibuktikan dari sekarang.

Jika ditanya apakah saya siap jika sewaktu-waktu anak saya di ambil? Terus terang hati ini memang bilang tidak siap, tidak sanggup, tidak rela dan tidak ridho. Tapi mau bagaimana lagi selain pasrah dan percaya pada kuasa Ilahi. Pasti ada rencana yang lebih baik dari kehilangan seseorang yang kita sayangi dan kita cintai.

Saya merasa berempati ketika ada salah satu korban balita kecelakaan di Tugu Tani. Sungguh saat itu saya menangis meneteskan air mata ketika ayahnya yang tidak sadar bahwa anaknya sedang dalam sakarotul maut. Ayahnya mengira dia hanya pingsan biasa sehingga mencoba memberikan sebotol susu. Seketika itu hati saya menjerit dan mengingat anak saya dirumah. Mulai dari kejadian itulah saya mengingat-ngingat dua kejadian diatas yang telah saya ceritakan. Dengan kejadian itu saya mulai memantapkan hati dan menguatkan diri.

Dengan demikian setiap detik dan setiap waktu ketika saya bercengkrama dengan anak saya, saya mulai menikmatinya dan berusaha untuk membuat momen-momen tersebut lebih berkualitas. Terutama untuk menyiapkannya lebih mandiri jika terjadi hal-hal pada diri saya. Saya pun sering sekali mewanti-wanti pada istri saya untuk lebih siap, mandiri dan tegar jika suatu saat nanti sayalah yang mendahului mereka berdua ke alam kubur.

Impian saya hanya satu, impian saya sama seperti Shikamaru dalam cerita komik berasal dari Jepang Naruto. Sikamaru ingin menikah, mempunyai anak kemudian hidup bahagia hingga tua. Shikamaru ingin meninggal lebih dahulu ketimbang ditinggalkan kedua orang yang dia cintai. Karena ia merasa kurang yakin bisa bertahan hidup jika kedua orang yang dicintainya meninggalkannya lebih dahulu. Shikamaru khawatir jika dia menjadi gila. Bedanya saya telah menyiapkan pedoman hidup saya sebagai obat hati agar tidak menjadi gila.

Serpong

Follow @gurubimbel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun