Diskusi ternyata semakin hangat terutama setelah sesi tanya jawab. Beberapa Kompasianer tanpa tendeng aling-aling langsung memberikan pertanyaan yang menohok pada beberapa narasumber beberapa diantaranya adalah Mbak Qory yang menyinggung lagi-lagi tentang pengurangan subsidi BBM dan memberikan pendapat yang nyata bahwa faktor utama terjadinya inflasi adalah budaya masyarakat yang terlanjur konsumtif. Hal ini tidak bisa dimungkiri meskipun stock menghadapi bulan puasa sudah disediakan jauh hari tapi tetap saja habis sehingga sangat berpengaruh terhadap stabilitas harga. BI berharap baik pedagang maupun pembeli tidak melakukan penimbunan sembako baik itu selama Ramadhan maupun menjelang Lebaran. Alasannya hal tersebutlah yang menganggu ketersediaan stock di lapangan. BI berharap hal-hal demikian sudah harus di jauhkan bahkan bila perlu MUI memberikan fatwa haram bagi mereka yang melakukan praktik timbun menimbun barang teutama menjelang hari raya.
Mbak Qory ty knp hrs ada pengurangan subsidi? @bank_indonesia @kompasiana #KompasianaNangkring #RamadhanHargaStabil pic.twitter.com/ZoMilY1wZB — DzulfikarAlala.com (@DzulfikarAlala) July 11, 2014
Mbak Qory berpendapat inflasi sdh jd budaya krn masy konsumtif @bank_indonesia @kompasiana #KompasianaNangkring #RamadhanHargaStabil — DzulfikarAlala.com (@DzulfikarAlala) July 11, 2014
Pertanyaan mbak Qory jelas merupakan cerminan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Ketika puasa seharusnya masyarakat mengurangi belanja, namun pada praktiknya justru terjadi peningkatan belanja. Hal ini dapat dirasakan karena Ramadhan dianggap sebagai bulan mulia dan beberapa keluarga merasa perlu menghidangkan sajian istimewa selama Ramadhan. Padahal esensinya adalah puasa itu menjalani hari-hari tanpa makan dan minum dengan harapan agar timbul rasa empati yang dalam terhadap kaum dhuafa yang sehari-harinya sulit mendapatkan makanan karena alasan berbagai hal. Disamping itu juga masyarakat diuji ketakwaannya dan kejujurannya dalam berpuasa. Â Praktik timbun menimbun barang jelas memang sesuatu yang lumrah dalam perdagangan terutama menjelang hari raya. Namun, disaat masyarakat membutuhkan dan barang menjadi langka praktik tersebut sejatinya melanggar etika dan peraturan. Harapannya masyarakat bisa merubah mind set bahwa Ramadhan adalah bulan mulia dengan meningkatkan ibadah dan bukan meningkatkan sajian di meja makan. Apa yang biasa disajikan di meja makan sehari-hari itulah yang sebaiknya pula disajikan pada bulan Ramadhan untuk menghindari sikap berlebih-lebihan dan berhambur-hamburan.
Bang Nur ty knp tdk ada operasi pasar? @bank_indonesia @kompasiana #KompasianaNangkring #RamadhanHargaStabil pic.twitter.com/Vm6yqKSHR8 — DzulfikarAlala.com (@DzulfikarAlala) July 11, 2014
Sedangkan bang Nur bertanya mengapa dalam beberapa bulan terakhir tidak terlihat operasi pasar. Kompasianer yang juga tinggal di Bekasi ini mengeluhkan harga timun yang naik dari Rp. 1000/3 buah menjadi Rp. 1000/buah. Bang Nur justru merasa heran karena yang belakangan sering melakukan operasi pasar justru adalah para capres yang juga sambil mengambil simpati rakat saat pemilu lalu. Beberapa pasar memang disisir oleh kedua capres karena pasar tradisional merupakan cerminan rakyat Indonesia yang sesungguhnya. Disanalah bertemu berbagi jenis lapisan masyarakat terutama mayoritas yang masih hidup dibawah rata-rata layak.
Pusat Informasi Pasar di daerah akan dikuatkan biar hrg bisa stabil #KompasianaNangkring #RamadhanHargaStabil @bank_indonesia @kompasiana — Nur TERBIT (@Nur_TERBIT) July 11, 2014
Selain memperkuat 4 K dan kerjasama antar daerah pemerintah akan berupaya untuk memperkuat Pusat Informasi Pasar di daerah agar stabilitas harga bisa tecapai. Disinilah peran kepala daerah menjadi sangat penting karena bisa langsung terjun kelapangan melakukan pengawasan dan pengecekan dengan mudah.
Para narsum mendapatkan plakat @bank_indonesia @kompasiana #KompasianaNangkring #RamadhanHargaStabil pic.twitter.com/xgIHruLIUG — DzulfikarAlala.com (@DzulfikarAlala) July 11, 2014
Setelah berdiskusi kemudian para kompasianer diundi untuk mendapakan door prize berupa sembako dan pengumuman pemenang live tweet dengan hadiah uang elektronik sebesar Rp. 500.000. Acara dilanjutkan dengan hiburan akustik dari band Lobow.
Kau cantik hari ini ~ Lobow @bank_indonesia @kompasiana #KompasianaNangkring #RamadhanHargaStabil pic.twitter.com/f8vNJbccq0 — DzulfikarAlala.com (@DzulfikarAlala) July 11, 2014
Sambil menunggu buka puasa, Kompasianer mendapatkan kultum dari Ustad hingga akhinnya berkumandang suara adzan maghrib.
Kompasianer menahan lapar dan ngantuk, jadi nontonnya anteng :) #RamadhanHargaStabil pic.twitter.com/kCEwGOfOsy — Kompasiana (@kompasiana) July 11, 2014
Kesimpulan
- Pemerintah hendaknya fokus untuk melindungi petani dan nelayan terutama disaat panen raya agar bisa mencapai swasembada pangan demi ketahanan nasional.
- Kerja sama antar daerah harus ditingkatkan untuk mengetahui jumlah surplus dan defisit pangan sehingga bisa dilakukan barter untuk mengamankan stock pangan daerahnya masing-masing.
- Masyarakat hendaknya mengubah mind set dan gaya hidup terutama saat Ramadhan dan Hari Raya agar harga tidak terlalu banyak naik dan bisa cepat terkoreksi.
- Pemerintah harus memiliki political will dan policy yang memihak pada rakyat kecil.
- Proses 4 K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi) menjadi salah satu yang perlu di utamakan oleh setiap kepala daerah demi menjamin stabilitas harga.
- Perubahan cuaca bisa di rekayasa dengan pemberdayaan teknologi sehingga panen tetap bisa dilakukan dan tidak terganggu.
- Perlunya dilakukan upaya konversi energi dan penemuan atau penggunaan energi yang terbaharukan agar bisa menciptakan stabilitas harga terutama kaitannya dengan konsumsi energi yang semakin tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H