Mohon tunggu...
Fika Handayani
Fika Handayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - MICE Politeknik Negeri Jakarta

Mahasiswi program studi Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di Politeknik Negeri Jakarta dan tergabung dalam komunitas lingkungan Sharp Greenerator.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Membentang dari Bogor hingga Jakarta, Begini Kondisi Titik 0 Km Sungai Ciliwung

5 September 2022   12:57 Diperbarui: 7 September 2022   10:51 1898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering dikaitkan dengan bencana banjir, Sungai Ciliwung menjadi aliran sungai yang memberikan dampak sangat penting bagi daerah yang dilaluinya. Aliran sungai yang cukup panjang dari hulu ke hilir tentunya diikuti dengan berbagai aktivitas manusia. Berbagai aktivitas tersebut tentunya juga mempengaruhi kualitas air Sungai Ciliwung. 

Lantas bagaimana kondisi lingkungan di hulu Sungai Ciliwung? 

Komunitas lingkungan Sharp Greenerator bersama fasilitator dari Transformasi Hijau (Trashi), Relawan Indonesia Pembela Alam (RIMBA), Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor (UKF-IPB), dan Mandala Harja Semesta (MAHASA) melakukan kegiatan Water Monitoring Workshop. Kegiatan ini dilakukan di Titik Nol Sungai Ciliwung pada tanggal 27-28 Agustus 2022, tepatnya di kawasan Telaga Saat, Kabupaten Bogor. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengarahan materi, praktik pengamatan, sosialisasi pengunjung, dan pemaparan hasil kegiatan. 

Water Monitoring Workshop oleh komunitas Sharp Greenerator. (Foto : Muhammad Imam R.) 
Water Monitoring Workshop oleh komunitas Sharp Greenerator. (Foto : Muhammad Imam R.) 

Telaga Saat memiliki sumber mata air yang diantaranya yaitu Telaga Putri dan Telaga Gayonggong. Kegiatan pengamatan dilakukan pada dua mata air tersebut. Pengamatan kualitas air dapat dilakukan melalui beberapa metode. Pada kesempatan ini peserta diminta untuk melakukan pengamatan kualitas air dengan mengukur tingkat keasaman (pH) air, juga dengan pengamatan terhadap keberadaan makroinvertebrata yang hidup di mata air tersebut. Berbekal beberapa peralatan dan materi panduan, serta pendampingan oleh fasilitator yang berpengalaman, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan mulai melakukan pengamatan.

Hasil dari pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas air yang berada pada sumber mata air tersebut adalah sedang. Hal ini sebenarnya cukup disayangkan mengingat mata air ini merupakan sumber air Telaga Saat yang juga menjadi hulu dan titik nol kilometer Sungai Ciliwung. Sumber mata air yang diperkirakan seharusnya berkualitas baik hingga sangat baik karena belum terkontaminasi aktivitas masyarakat, justru masih berada dalam kondisi sedang. Hasil tersebut sebenarnya cukup sesuai dengan temuan yang ada di sekitar mata air. Sangat disayangkan bahwa masih terdapat sampah plastik disepanjang perjalanan menuju mata air. Tercemarnya kawasan hulu ini tentunya akan membawa dampak pada aliran sungai. Air yang tercemar akan mengakibatkan ekosistem menjadi terganggu. Selain itu, ditambah dengan aktivitas masyarakat disepanjang aliran sungai dapat meningkatkan pencemaran apabila menghasilkan limbah yang mengotori sungai. Limbah inilah yang kemudian menyebabkan sungai menjadi kotor sehingga menimbulkan penyakit, sekaligus dapat menjadi penyebab utama terjadinya bencana banjir yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat. 

Kegiatan pengamatan kualitas air. (Foto : Paru Ramadhan) 
Kegiatan pengamatan kualitas air. (Foto : Paru Ramadhan) 

Perlu diketahui pula bahwa kawasan Telaga Saat juga menjadi tempat konservasi dan pengamatan elang jawa. Terdapat populasi pohon rasamala (Altingia excelsa) yang menjadi tempat hinggap bagi elang jawa. Selain itu terdapat pula populasi pohon puspa (Schima wallichii) yang biasanya menjadi tempat bagi kucing hutan atau harimau mengasah kuku tajam mereka. Oleh karena itu, kedua populasi pohon ini penting untuk dilestarikan mengingat akan manfaatnya dalam menjaga ekosistem khususnya di kawasan Telaga Saat. Pada kegiatan ini dilakukan pula penanaman pohon rasamala dan pohon puspa sebagai bentuk keikutsertaan dalam menjaga dan melestarikan alam yang ada di dalam kawasan Telaga Saat agar tercipta ekosistem yang berkelanjutan. Ekosistem yang berkelanjutan sangat penting demi menjaga kualitas alam agar tetap baik. Saat ini destinasi wisata alam seperti kawasan Telaga Saat cukup banyak dicari oleh masyarakat, mengingat kebanyakan aktivitas mereka dilakukan di wilayah perkotaan yang minim akan udara segar dan pemandangan alam yang indah. Ini dibuktikan dengan cukup banyaknya penduduk ibu kota yang rela datang dari jauh ke kawasan Telaga Saat untuk sekadar rekreasi atau liburan. 

Pelestarian pohon rasamala dan pohon puspa. (Foto : Paru Ramadhan dan Ariz Shubahtiar) 
Pelestarian pohon rasamala dan pohon puspa. (Foto : Paru Ramadhan dan Ariz Shubahtiar) 

Hasil dari pengamatan yang dilakukan kemudian disosialisasikan kepada pengunjung yang berada di kawasan Telaga Saat agar mereka dapat teredukasi. Memang masih terdapat pengunjung yang tidak berminat untuk mendengarkan pemaparan ini, tetapi banyak juga dari mereka yang dengan antusias menerima informasi bahkan memberikan pertanyaan dan saran, ada pula yang sangat mengapresiasi dan mendukung kegiatan yang dilakukan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun