Mohon tunggu...
Fika endahrahayu
Fika endahrahayu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Calon orang sukses

Twitter dan instagram saya

Selanjutnya

Tutup

Nature

Akibat Nyampah

14 Januari 2020   20:53 Diperbarui: 14 Januari 2020   21:00 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah satu kebiasaan buruk orang Indonesia adalah membuang sampah di tempat sembarangan. Banyak kerugian akibat membuang sampah sembarangan seperti banjir, diakibatkan oleh air sungai yang meluap akibat sampah yang bertumpuk terutama sampah plastik, selain itu juga menimbulkan banyak penyakit. Kebiasaan itu tentunya tidak lepas dari perilaku kebiasaan sehari-hari misalnya kebiasaan orangtua yang membuang sampah di sungai. Secara tidak langsung mereka mengajarkan hal yang tidak baik kepada anak-anaknya. Akibatnya anak anak meniru perilaku orang tuanya dan melekat menjadi karakter hingga dewasa dan diturunkan kembali pada anak-anaknya kelak. Masyarakat kita pada umumnya mempunyai kesadaran yang rendah dalam hal membuang sampah pada tempatnya.
Parahnya lagi, kebiasaan buruk tersebut oleh sebagian besar masyarakat tidak dianggap sebagai sesuatu yang salah sampah yang bertumpuk di perairan atau sungai akan menyumbat air hingga dapat mengakibatkan banjir. Bila sudah terjadi bencana yang disalahkan adalah pemerintah yang tidak becus, padahal seharusnya kebiasaan kitalah yang harus diubah. Kebiasaan hidup sehat dan bersih tidak terlalu menjadi prioritas masyarakat karena masih banyak hal-hal yang lebih penting seperti memikirkan kehidupan sehari-hari seperti, pendidikan dan pekerjaan, sehingga pikiran tentang kebersihan alam masih sangat dikesampingkan.
Menurut saya orang yang berpendidikan Seharusnya lebih mengetahui dampak buruk apabila kita membuang sampah di tempat sembarangan. Namun tak sedikit juga orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memelihara kebersihan daripada orang yang tidak berpendidikan. Melibatkan masyarakat umum untuk membantu menjaga kebersihan di lingkungan masing-masing secara umum akan lebih efektif dan efisien. Masyarakat juga harus berani menegur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan membuang sampah sembarangan apapun latar belakangnya kesadaran dari pribadi masing-masing sangat penting agar terwujudnya bumi yang bersih dan sehat.
Belakangan ini, sampah adalah salah satu masalah utama di Indonesia. Terutama cara mengurangi sampah plastik. Banyaknya kebiasaan orang Indonesia dalam menggunakan plastik dalam kehidupan sehari-hari membuat beberapa orang mulai ikut memikirkan cara untuk mengurangi penggunaan sampah plastik. Dalam studi yang dilakukan oleh UN Environment Programme (UNEP) berjudul "Single-Use Plastics: A Roadmap for Sustainabil-ity" pada tahun 2018 mengungkapkan, bahwa sampah plastik berupa kantong dan styrofoam memerlukan ribuan tahun untuk bisa terurai.
Sedangkan penelitian Jenna R. Jambeck dari Georgia University pada 2010 menyebutkan, ada sekitar 275 juta ton sampah plastik yang tersebar di seluruh dunia, dengan sekitar 4,7 hingga 12,7 juta ton sampah berada di lautan. Ini artinya, setiap satu menit, sampah plastik yang dibuang ke laut setara dengan satu truk penuh.
Di tahun 2010 pula Indonesia menjadi negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar ke lautan dunia, setelah China. Indonesia tercatat telah menghasilkan sampah plastik sebesar 3,22 ton, dengan sekitar 0,48-1,29 juta ton di antaranya mencemari lautan.
Sebuah angka yang fantastis bukan?
Sampah plastik juga telah mengancam kelangsungan hidup biota laut. Sebab, selain bisa melukai, sampah plastik juga rentan termakan oleh hewan, seperti ikan dan penyu. Setidaknya ada 693 spesies di lautan yang terdampak sampah plastik, dengan saat ini diperkirakan lebih dari 51 triliun partikel mikroplastik telah mencemari lautan. Bukan hanya itu, sampah plastik juga berpotensi mencemari tanah dan udara melalui pembakaran terbuka atau insinerasi, menurut Greenpeace. Insinerasi sering dianggap sebagai solusi paling mudah atas permasalahan pencemaran plastik berbasis lahan skala besar.
Padahal, insinerasi ini dapat menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) terbanyak di antara metode pengelolaan limbah plastik. Ketika ketergantungan pada insinerasi tumbuh, maka secara langsung emisi dari limbah plastik juga akan meningkat. Pembakaran plastik dan sampah diperkirakan akan memancarkan karbon setara dengan 189 megawatt pembangkit listrik tenaga batu bara pada akhir 2019. Perlu ada peran nyata dari berbagai pihak untuk membuat kebijakan pengurangan produksi sampah plastik yang lebih fundamental, serta memastikan penanganan yang lebih tepat dan sistematis atas permasalahan kemasan plastik sekali pakai.
Maka dari itu, kita sangat dianjurkan untuk mengurangi penggunaan sampah plastik dalam kehidupan sehari-hari dengan cara menggunakan tas yang berbahan dari kain dan mengurangi penggunaan kemasan plastik dengan membawa bekal sendiri dari rumah yang sudah pasti lebih aman dan terjaga kebersihannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun