Mohon tunggu...
Fikri Alv
Fikri Alv Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Psikologi

Merupakan mahasiswa aktif S-1 Psikologi yang gemar menulis untuk berbagi sesuatu, terlibat aktif dalam sebagai kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan sering mengirimkan tulisan di website IMM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Singkat Filsafat dan Perkembangannya

15 Juli 2024   13:29 Diperbarui: 15 Juli 2024   16:24 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahu nggak sih, kalau ternyata ilmu pengetahuan yang sekarang berkembang ternyata bermula pada suatu disiplin ilmu yaitu Filsafat. Hal ini bermula di Yunani Kuno, di mana ada seorang tokoh yang mulai secara radikal untuk mempertanyakan hal yang dianggap sebagai suatu kebenaran oleh khalayak umum, seperti kepercayaan mitologi kuno. Sejarah Filsafat secara historis sebenarnya dibagi menjadi 4 bagian, yaitu Pra-Socratic, era Filsafat Klasik,  Filsafat abad Pertengahan, dan Filsafat Renaissans (Hamdi et al., 2021).

Filsafat Yunani Kuno (Pra-Socratic)

Mari kita renungkan sejenak mengenai, apa sebenarnya tujuan dari Filsafat itu sendiri? Pada era Filsafat Yunani kuno masih berkeliaran suatu paham mitos-mitos dan cerita mitologi setempat. Hal tersebut yang kemudian menjadi motif awal dimana seorang tokoh bernama Thales (624-546 SM), ingin membongkar kembali asal muasal penciptaan tanpa melalui cerita mitologi yang sudah menjadi kepercayaan masyarakat Yunani Kuno kala itu. Thales-lah yang membuat argument pertama kali mengenai prinsip dasar asal muasal (arche) segala sesuatu tentang alam (Dinora & Ahmed, 2021:38). Thales berpendapat bahwa 'arche' dari segala sesuatu ialah air (Gibson, 2020:24), dia berargumen bahwa air dapat menghidupkan dan memunculkan segala sesuatu di alam semesta serta air merupakan sumber kehidupan (Dinora & Ahmed, 2021:39).

Di sisi lain, ada tokoh yang bernama Anaximandros (611-546 SM) yang memiliki keyakinan yang berbeda dengan gurunya, yaitu Thales, Anaximandros berkeyakinan bahwa ada suatu prinsip atas segala sesuatu yang bernama To Apeiron  (a= tidak, dan eras=batas). To apeiron ini bersifat keilahian, tidak dapat diubah, abadi, dan melputi segala-galanya (Dinora & Ahmed, 2021:41). Tidak hanya Anaximandros, juga terdapat beberapa pemikir lain yang memiliki pendapat yang berbeda mengenai Arche. Ada yang berpendapat bahwa Arche adalah air,api, tanah, dan udara. Di sisi lain ada juga yang mengatakan bahwa seluruh realitas yang ada berasal dari sesuatu terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, yang kemudian dikenal dengan atom (Gibson, 2020) sebagaimana yang dijabarkan oleh Demokritos yang pendapatnya masih di gunakan pada zaman ini.



Era Filsafat Klasik

Pada era ini, filsafat sudah memiliki jalannya sendiri, sehingga focus pembahasannya sudah tidak berpusat pada alam semesta melainkan pembahasan manusia (Fahriansyah, 2014). Sehingga Socrates (470-399 SM) dikenal sebagai tokoh filsafat manusia, karena berhasil mengubah focus filsafat dari langit menuju bumi. Awal filsafat Socrates bermula dengan asumsi, "Unexamined life, is not worth living" (Faiz, 2022:50). Socrates percaya bahwa kita harus berfokus pada setiap aspek kehidupan, dan menguji setiap keyakinan yang dianggap benar oleh sebagian besar masyarakat dalam hidup. Sehingga tak heran kalau Plato (salah satu murid Socrates) menggambarkan filsafat sebagai sebuah upaya mencari kebenaran yang sifatnya asli dan murni (Dinora & Ahmed, 2021:14).

Pada era filsafat klasik kemudian muncul tokoh-tokoh besar filsafat yang nantinya menghasilkan buah pemikiran yang menakjubkan dan mungkin relevan dengan saat ini. Sebagai contoh, Koten (2010) menjelabarkan karya-karya pemikiran Aristoteles dalam bidang hukum dan politik yang melahirkan konsep etika dan politik dalam bukunya yang berjudul Nicomachean  Etics  dan La Politica (Namang, 2020), selain itu terdapat ilmu logika dan retorika (Dinora & Ahmed, 2021) yang terus digunakan hingga saat ini.

Era filsafat Pertengahan 

Filsafat pertengahan diartikan sebagai filsafat di abad pertengahan, di mana pada era ini corak filsafat Yunani dari Socrates maupun plato serta filsafat Hellenisme sudah tidak terlihat lagi. Hal ini terjadi karena mendominasinya paham agama yang kemudian menentang kehadiran filsafat (Hamdi et al., 2021). Dogma agama menyatakan bahwa kebenaran hanyalah milik Tuhan, yang secara tak langsung menutup potensi kebebasan berfikir (Dinora & Ahmed, 2021:148) sehingga abad pertengahan dikenal dengan abad kegelapan (Hamdi et al., 2021).

Namun meskipun pada abad ini dianggap sebagai abad kegelapan, terdapat beberapa tokoh pemikir atau filsuf yang kemudian mengajarkan filsafat. Contohnya Aurelius Augustinus (354-430 SM) dalam karyanya 'De Civitate Dei' mengembangkan sebuah pemikiran filsafat dan teologi sejarah baru (Dinora & Ahmed, 2021:152). Abad pertengahan terbagi lagi dalam 2 periode, yaitu patristik dan skolastik (Dinora & Ahmed, 2021:151; Hamdi et al., 2021). Dalam periode sejarah ini kemudian timbul dinamika-dinamika yang berperan penting dalam perkembangan Filsafat ke depannya.


Filsafat Renaissans 

Setelah berbagai dinamika terjadi di abad kegelapan, maka kemudian lahirlah sebuah abad kebangkitan bagi ilmu pengetahuan sekaligus Filsafat. Zaman ini merupakan peralihan dari abad pertengahan ke zaman modern (Dinora & Ahmed, 2021:164) yang menjadi awal untuk kebebasan berpikir. Semua kalangan yakin bahwa renaissans berawal di Italia sekitar abad 14 dan 15 M (Dinora & Ahmed, 2021:165; Hamdi et al., 2021). Pada era ini banyak muncul gagasan humanisme, untuk saling menghargai kemampuan setiap individu melalui kecerdasan dan kemampuan mereka dalam berbagai hal.

Beberapa tokoh yang turut berperan dalam Renaissans yang juga membantu menghidupkan kembali peradaban pengetahuan modern di Eropa, yaitu Nicholas Copernicus, Galileo galilei, Johannes kepler, Leonardo da Vinci, Christoper Colombus dan masih terdapat banyak lagi (Dinora & Ahmed, 2021:166). Di antara tokoh tersebut yang nantinya akan mengembangkan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi kemajuan zaman dan akan tetap relevan sampai saat ini. Contohnya Galileo Galilei yang memiliki peran penting dalam ilmu Astronomi dan penyempurnaan teleskop milik Hans Lippershey (Harris, 2023) yang berguna bagi pengetahuan di masa mendatang.

Dalam perkembangannya, filsafat mengalami dinamika yang panjang yang melahirkan berbagai ilmu baru. Perkembangan filsafat tidak akan berhenti pada suatu zaman, akan tetapi akan selalu tumbuh dan berkembang mengikuti dan menyesuaikan konsep zaman tersebut. Sehingga sangat penting bagi kita semua untuk terus mengkaji dan mendalami setiap bidang pengetahuan karena sejatinya hal tersebut merupakan salah satu bagian dari Filsafat.

Rujukan : 

Dinora, A. G., & Ahmed, S. (2021). Logika Kritis Filsuf Klasik: Dari Era Pra-Socrates Hingga Aristoteles. Penerbit SOCIALITY.

Fahriansyah. (2014). Antisofisme Socrates. Al 'Ulum, 61(3), 26--29. https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/ULUM/article/view/88

Faiz, F. (2022). Sebelum Filsafat (cetakan ke). MJS Press.

Gibson, P. (2020). Segala Sesuatu Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Filsafat (R. Dewanti (ed.); A. P. Kuntjoro (trans.)). Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun