Undang-undang yang mengatur kewajiban pemilih di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun dalam undang-undang tersebut tidak ada ketentuan yang secara tegas mengatur bahwa masyarakat Indonesia wajib memilih dalam pemilu. UU Pemilu lebih fokus pada tata cara pemilu, hak pilih dan masih banyak ketentuan lain terkait pemilu. Secara umum pemilu di Indonesia mengakui hak memilih sebagai hak konstitusional warga negara. Oleh karena itu, berpartisipasi dalam pemilu adalah hak, bukan kewajiban, padahal hal ini penting untuk menciptakan budaya partisipasi politik yang kuat di kalangan warga negara.
 Dalam hal ini, penting untuk dipahami bahwa peraturan hukum dapat berubah seiring berjalannya waktu karena adanya amandemen peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan undang-undang pemilu terkini dan peraturan terkait di Indonesia untuk mendapatkan informasi yang paling akurat dan terkini. informasi.
Pelanggaran terkait transparansi politik dan kebijakan moneter dapat mengakibatkan sanksi hukum, baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana, tergantung pada tingkat kegagalan dan tingkat keseriusan pelanggaran.
Seseorang yang diketahui terlibat dalam kebijakan moneter atau melanggar peraturan transparansi politik dapat dikenakan denda yang bervariasi tergantung hukum yang berlaku. Pihak berwenang dapat menghentikan kampanye politik seseorang atau partai sehubungan dengan pelanggaran uang dan transparansi. Selain di denda dan diberhentikannya masa kampanye, seseorang yang terlibat dalam kebijakan moneter atau melanggar peraturan transparansi politik dapat didiskualifikasi dari pemilu atau aktivitas politik lainnya.
Dalam kasus tertentu, pelanggaran berat terkait kebijakan moneter dapat dianggap sebagai tindak pidana. Hal ini dapat mengarah pada penyelidikan kriminal, penuntutan dan hukuman seperti penjara atau denda. Selain itu, pihak berwenang dapat menerapkan sanksi administratif seperti pencabutan izin kegiatan politik atau pelarangan masyarakat mengikuti kegiatan politik dalam jangka waktu tertentu. Dalam beberapa kasus, pihak berwenang mungkin mempublikasikan informasi tentang pelanggaran terkait transparansi politik dan kebijakan moneter, yang dapat mempengaruhi reputasi para pelakunya. Penting untuk diingat bahwa hukuman dan sanksi yang berlaku berbeda-beda di setiap negara dan dapat berubah seiring waktu.
Oleh karena itu, individu yang berpartisipasi dalam politik harus memahami dengan jelas peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidangnya serta mematuhi prinsip transparansi dan integritas politik dalam aktivitas politiknya. Selain itu, mereka harus selalu mendukung reformasi politik yang meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem politik mereka.
Di Indonesia, undang-undang yang memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan moneter adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (Pemilihan Daerah) atau biasa dikenal dengan UU Pilkada. Pasal yang mengatur kebijakan moneter dalam Undang-undang ini adalah Pasal 71A dan Pasal 71B.
 Pasal 71A mengatur sanksi terhadap calon kepala daerah, kelompok sukses atau pendukung yang terlibat dalam kebijakan moneter. Berikut kutipan dari pasal 71A:
(1) Calon kepala daerah, kelompok sukses, atau pendukung calon kepala daerah dilarang memberikan sumbangan berupa uang atau materi lainnya dalam bentuk apa pun kepada pemilih dalam kontestasi pemilihan kepala daerah.
(2) Barangsiapa melanggar ketentuan ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupee).
(3) Partai Politik yang melanggar ketentuan ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.