Jika kau sebut negeri adalah negeri korupsi, Â maka kau salah. Karena negeri ini berdiri di atas kaki sendiri, Â mengarah dengan satu anak panah. Â Jika kau sebut negeri ini adalah negeri bobrok, Â maka kau salah. Karena negeri ini adalah satu kesatuan hakiki, dibangun atas dasar kepercayaan atas kemenangan abadi. Betapapun kau menyalahkan negeri ini aku akan terus membelanya, Â mempertahankan, Â dan mengabdi sampai titik darah penghabisan. Â Tapi jika kau menyalahkan orang-orang yang berkuasa di negeri ini, Â aku akan membela kau, Â mendukung, Â dan ikut serta dalam memperjuangkan keadilan seluruh rakyat. Besar mimpiku tak akan goyah hanya karena kau berkata ku tak mampu, Â tinggi harapanku tak akan runtuh hanya karena kau menyaingi citaku. Kau tau bukan apa yang paling aku citakan selama ini? Ya, Â Menjadi seseorang yang bermanfaat bagi negeri ini.
***
"Apakah kau masih berpegang teguh pada prinsipmu? Apakah kau tidak takut? Â Bukankah kau seorang perempuan, Â Dinar"Ungkap seseorang yang sekarang berada disampingku, tatapannya lurus ke depan, Â matanya tak berkedip sama sekali.
"Ya"Sahutku singkat, Â aku memalingkan wajahku agar tak melihatnya. Kemudian aku merasa saat ini dia menengok ke arahku.
"Bukankah menjadi seseorang yang bermanfaat tak harus berhubungan dengan politik, Â kau cukup memutuskan untuk menjadi guru atau dosen saja. Â Lagi pula, Â kau tau kan tanggungan menjadi seorang pemimpin kelak di akhirat juga sangat berat?"Ujarnya terdengar serak, Â aku tau dia tak suka dengan keputusanku.
"Iya, Â san. Aku tau akan hal itu. Tapi aku sudah tidak tahan dengan orang-orang perusak negeri ini. Â Jika kita tetap diam, Â maka kebatilan akan terus berproses dan memuncak. Â Dan bagaimana kita bisa bermanfaat bagi orang lain, Â jika hanya ilmu saja yang tersalurkan, Â tapi batin mereka terluka"Sahutku dengan suara sedikit meninggi.
"Kau pasti juga akan terluka jika masuk kedunia politik!"
"Tak apa aku terluka, Â aku adalah aku, Â hanya satu orang. Â Sedangkan mereka? Â Ada sejuta orang yang mengharapkan negeri ini menjadi lebih baik lagi bukan? Â Bukankah aku pernah bekata bahwa aku akan mengorbankan apapun yang ku punya hanya untuk mereka yang tidak pernah mendapatkan keadilan? "
"Kau sungguh keras kepala, Â Dinar. Â Ya sudahlah jika memang keputusanmu seperti itu, aku bisa apa? Â Bukankah aku hanya sekadar sahabatmu?" Sahut Ahsan, menatapku sangsi. Seperti biasa aku membalasnya dengan tatapan yang tajam.
"Ya, Â tolong dukunglah aku, Â Ahsan. Â Tanpa dukunganmu aku bisa apa?"Ahsan tersenyum dengan lesung pipit yang mengiringi di kedua pipinya, manis. Dia mengangguk.
***