Musim hujan datang. Segala yang gersang, kecuali hati yang tak lapang dan burung yang tak terbang, riang. Hati yang tak lapang diam-diam memaki hujan, sebab hujan menjadi kendala bagi segala aktivitas yang berunsurkan uang. Sedangkan burung yang tak terbang, karena tak punya hati, tak bisa memaki.
Burung yang tak terbang, meski tak riang oleh datangnya musim hujan, tetap sembahyang. Dengan cara yang mungkin hampir sama dengan Muhammad saw. dan Abu Bakar ketika di Tsur keduanya berlindung dari para pengejar yang jumlah dan derasnya seperti hujan. Ketika terang bersembahyang dengan terbang, ketika hujan bersembahyang dengan tidak terbang.
Hujan yang datang adalah keniscayaan. Seniscaya datangnya penguasa-penguasa lalim sebagai hukuman bagi umat yang meninggalkan Penguasa Yang Maha Adil. Firman kalah tinggi dari Undang-Undang, Sabda kalah tuah dari Pasal-Pasal, Emas-Perak kalah nilai dari Kertas dan Tombol, Imunitas Alami kalah kuat dari Imunisasi, Dedaunan kalah ampuh dari Butiran Racun Kimia, Malaikat Pendamping dan Khidr kalah pandai dari Televisi, Koran, dan Kurikulum, Air Putih kalah sehat dari Minuman Energi, Kotoran Kambing dan Sapi kalah mujarab dari Pupuk Pencipta Hama Baru, dan Ayam Asli kalah nikmat dari Ayam Sulapan yang sebagian besarnya mati di perjalanan sebelum sampai di penggorengan.
Burung yang terbang adalah kebebasan. Seperti halnya manusia yang harusnya bebas dalam arti yang sebenarnya, bukan tidak bebas yang serasa bebas. Bukan mie goreng rasa bangkai ayam. Dahulu, penguasa menyediakan tempat tinggal dan makanan bagi para budaknya. Sekarang, penguasa memperbudak manusia sementara manusia-budaknya disuruh membangun rumahnya dan mencari makanannnya sendiri.
Burung yang terbang adalah Ibrahim yang mengkapak berhala. Burung yang terbang adalah Ibrahim yang sejuk di api. Burung yang terbang adalah Musa yang terapung di air. Burung yang terbang adalah Isa yang mengobrak-abrik tempat ibadah yang dimodifikasi menjadi tempat berlangsungnya transaksi riba. Burung yang terbang adalah Muhammad yang menggembala, adalah Muhammad yang berdagang tidak untuk berdagang, adalah Muhammad yang pada Fathu Makkah berkata, “Kalian semua aku maafkan.”
Sambong, 24 November 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H