“Telinganya cuil, giginya rompal dua.”
“Itu kasus per kasus. Lihat secara menyeluruh dong. Faktanya 90% kan sukses.”
“Kamu selalu main angka.”
“Itu yang obyektif.”
“Pengalaman dan rasa tidak pernah bisa obyektif.”
"Maksudmu?"
"Pengalaman dan perasaan subyektif juga kebenaran."
"Tidak bisa digeneralisir."
“Memang tidak untuk digeneralisir, tapi untuk dimengerti secara empatik."
"Hanya satu dua kasus, Kawan. Hanya 10% saja yang bermasalah."
"Tapi itu manusia."
"Cuma beberapa. Tidak bisa jadi gambaran keseluruhan."
"Ah, mudah-mudahan kamu tidak jadi pejabat.”
“Lho kenapa?”
“Nanti kamu bilang ‘toh telinga dan gigi Sumiati masih ada 90%’.”
[caption id="attachment_96813" align="aligncenter" width="300" caption="th01.deviantart.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H