Tidak ada namanya di daftar itu. Lunglai Melianus. Tiga tahun belajar-berjuang mengembangkan diri, hanya predikat gagal yang ia dapatkan.
”Tra usah sedih, Melianus. Trada istilah gagal dalam pendidikan.”
“Tapi sa pu nilai di bawah standar kelulusan, Pak Guru.”
“Itu dorang pu standar. Dorang tra mengerti pendidikan.”
“Pak Guru pu maksud bagaimanakah?”
“Manusia pu perkembangan sendiri-sendiri, tra boleh dikasih standar. Beda dengan barang pabrik.”
“Sa tra mengerti, Pak Guru.”
“Di pabrik sepatu, dorang boleh pake standar, biar yang layak jual bisa dikasih pisah dari yang tra layak. Manusia tra boleh dibikin begitu. Tra bisa dikasih tes yang sama, apalagi untuk kasih predikat lulus dan gagal.”
“Sa tra mengerti Pak Guru pu maksud.”
“Begini. Ko merasa berkembang kah tidak?”
“Iyo tho... Dulu sa tra bisa hitung, sekarang sa su bisa bantu mama hitung laba jual petatas.”
“Ah, itu namanya ko berhasil, Melianus.”
“Ah, iyo kah?”
“Pendidikan memandang semua orang berhasil. Orang bikin progress sesuai potensi masing-masing. Eh, tapi ko tahu artinya progress kah tidak?”
“Ah, itu macam perkembangan tho? Pak Guru su bilang dari tadi mo....”
“Ahae..., ko pintar sekarang ee.... Sa bangga punya murid macam ko. Selamat ee..., ko berhasil!”
[caption id="attachment_95836" align="aligncenter" width="400" caption=" schoolpsychologyoutsidethebox.blogspot.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H