Hari Buruh sedunia atau biasa dikenal dengan istilah May Day diperingati setiap tanggal 1 Mei. Tahun ini Hari Buruh kembali diperingati tepat pada hari Rabu (1/5/2024). Setiap tahun, tanggal 1 Mei yang sudah ditetapkan sebagai Hari Libur, seringkali dilakukan perayaan untuk mengenang sekaligus mengapresiasikan beberapa program dan harapan dari para Buruh atau pekerja secara Nasional maupun Internasional.
Sejarah Awal Perayaan Hari Buruh
Sejarah awal Hari Buruh di tingkat Internasional pada awal abad ke-19 untuk menghormati para Buruh yang terbunuh secara masal di Haymarket, Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia peringatan Hari Buruh dimulai pada era Kolonial Hindia Belanda pada Tahun 1920. Hari Buruh selalu dirayakan dan diperingati diberbagai negara dunia termasuk Indonesia dengan berbagai program dan kegiatan yang berbeda sebagai wujud dan harapan hari yang sangat istimewa untuk memperjuangkan hak-hak setelah bekerja sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan dalam hubungan kerja khususnya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga.
Tujuan diperingatinya Hari Buruh untuk menghormati dan mengingat perjuangan buruh melawan pelanggaran hak-hak para pekerja. Hari Buruh biasanya diperingati oleh para pekerja atau buruh di seluruh dunia dengan menggelar aksi demonstrasi. Aksi tersebut untuk menyampaikan tuntutan kepada pemerintah. Peringatan Hari Buruh juga menunjukkan solidaritas dan kesatuan antara pekerja, serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan adil. Selain itu, Hari Buruh juga menjadi simbol penting dalam menegaskan hak asasi manusia, keadilan, dan kesetaraan di dunia kerja.
Nasib Kesejahteraan para buruh
Akhir-akhir ini, kesejahteraan buruh di Indonesia telah mengalami penurunan sejak disahkannya omnibus law Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Pada awalnya UU ini ditujukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam UU sebelumnya yang mengatur tentang hak-hak bagi buruh. Akan tetapi omnibus law yang dibuat untuk memperbaiki kebijakan sebelumnya justru malah berbanding sebaliknya, adanya omnibus law ini malah memperkeruh keadaan serta mencederai beberapa aturan undang-undang sebelumnya banyak serikat buruh. Adapun beberapa UU yang dianggap dilanggar oleh omnibus law antara lain UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, PP No. 24 tahun 2018 Tentang Perizinan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Organisasi Serikat, Federasi, Konfederasi, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Mengatur Jam Kerja dll, UU No. 2 tahun 2004 tentang Permasalahan Kerja dan mengantisipasi adanya PHK dan juga penetapan upah.
Omnibus law UU Ciker yang dijunjung mampu menghasilkan lapangan pekerjaan justru malah menjadi hal yang tidak ingin diterima oleh para pekerja atau buruh, dikarenakan ketidakpastian serta perampasan hak-hak yang telah ditetapkan sebelumnya. UU Cipta Lapangan Kerja ini mengurangi jaminan sosial, melemahkan posisi serikat pekerja dan mengurangi perlindungan atas upah yang adil dan kondisi kerja. Mereka melihat adanya potensi penurunan standar kerja dan peningkatan risiko eksploitasi oleh pemberi kerja.
Kemudian, para buruh juga memperhatikan ketentuan dalam UU Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan mengenai fleksibilitas kontrak kerja. Ada kekhawatiran bahwa ketentuan tersebut dapat memperburuk ketidakamanan tenaga kerja dan meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang.
Para buruh percaya bahwa keamanan kerja yang jelas dan perlindungan yang memadai sangat dibutuhkan untuk stabilitas hidup mereka dan kesejahteraan keluarga mereka. Para buruh menilai bahwa omnibus law Cipta Kerja ini menindas dan tidak melibatkan serikat buruh seperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia (GASBIINDO), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), dll. Dalam perancangan atau pembahasan UU tersebut lebih mengagungkan posisi investor daripada memberikan perlindungan terhadap rakyatnya/buruh. Partisipasi buruh secara aktif dianggap penting untuk memastikan bahwa kebijakan ketenagakerjaan dapat mencerminkan kebutuhan dan kepentingan buruh.
UU Cipta Lapangan Kerja  membawa malapetaka bagi para buruh karena UU tersebut membuat celah bagi para pengusaha atau investor untuk memeras dan merampas hak-hak para buruh ataupun pegawai pabrik. Kejadian ini merupakan tamparan keras untuk pemerintah sebagai pemangku serta pembuat kebijakan agar lebih waspada dan mengerti kebutuhan, seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang sebenarnya, tidak hanya mementingkan kepentingan sepihak. Karena sejatinya kesejahteraan masyarakat dapat dikatakan berhasil apabila pemerintah dan masyarakat mampu berkolaborasi membangun suatu negara yang adil dan lebih mementingkan kepentingan rakyat bukan kepentingan individu.