IMM Muhammad Abduh, yang berlangsung pada 20--24 Desember 2024, menunjukkan kekhawatiran serius terhadap arah gerakan IMM di akar rumput. Ketika kritik yang membangun dianggap sebagai "mencari kesalahan," maka ruang diskusi yang seharusnya sehat berubah menjadi tidak produktif. Padahal, Islam mengajarkan pentingnya musyawarah sebagai sarana mencari solusi terbaik. Allah SWT berfirman, "Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka" (QS. Asy-Syura: 38). Kritik seharusnya diterima sebagai upaya perbaikan, bukan ancaman.
Musyawarah Komisariat (Musykom) di PKIronisnya, pernyataan dalam forum yang meminta peserta untuk "tidak memilih yang kritis dan aktif" menjadi tanda kemunduran nilai intelektual dan literasi di PK IMM Muhammad Abduh. Sebagai organisasi kader, IMM seharusnya memupuk budaya kritis dan keilmuan. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, pernah berpesan, "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah."Â Artinya, kader dituntut aktif dan berkontribusi nyata, bukan mengecilkan peran mereka yang kritis demi menjaga kenyamanan semu.
Tuduhan bahwa "lapak baca hanya untuk mencari muka" juga menunjukkan rendahnya apresiasi terhadap inisiatif kader. Lapak baca hadir sebagai jawaban atas keresahan terhadap hilangnya budaya literasi. Dalam Islam, membaca adalah salah satu pintu ilmu, sebagaimana perintah pertama dalam Al-Qur'an, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan"Â (QS. Al-Alaq: 1). Mengabaikan upaya seperti ini hanya akan memperparah krisis literasi di lingkungan IMM.
Kejadian ini menggambarkan bahwa literasi dan budaya diskusi kritis mulai terkikis di kalangan kader. Ketika kader yang berani menyuarakan kebenaran dianggap ancaman, maka kita kehilangan esensi IMM sebagai gerakan intelektual. IMM bukan hanya tentang aktivitas organisasi, tetapi juga tentang memajukan nilai-nilai keislaman dan keilmuan.
Diperlukan refleksi mendalam bagi seluruh kader dan pimpinan. Dalam sebuah organisasi dakwah, penting untuk menjadikan kritik sebagai bahan evaluasi, bukan alat untuk saling menyerang. Pimpinan harus membuka ruang dialog yang sehat, sementara kader harus terus menjaga cara yang baik dalam menyampaikan kritik.
Kembali kepada semangat Muhammadiyah, IMM harus menjadi pelopor gerakan literasi dan kritik yang konstruktif. Seperti yang dikatakan Buya Syafii Maarif, "Keberanian untuk berpikir kritis adalah bagian dari iman." Semoga IMM dapat kembali menjadi garda terdepan dalam membangun tradisi intelektual yang mendukung kemajuan umat dan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H