Pro dan Kontra dari Kenaikan PPN 12%: Manfaat dan Dampak terhadap Masyarakat dan Ekonomi di Indonesia
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025 menimbulkan berbagai reaksi masyarakat. Suara pro dan kontra atas keputusan pemerintah ini terus bermunculan. Publik dan ekonom banyak yang menjerit karena khawatir pada dampak sosial yang akan timbul akibat kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Meskipun hanya naik 1 persen dan dikenakan pada barang mewah tetapi beban ekonomi masyarakat akan semakin berat.
Kenaikan TarifKenaikan tarif PPN merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2021 yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendanai layanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Kenaikan tarif PPN ini berfungsi untuk membiayai pelayanan publik dan berbagai inisiatif pembangunan lainnya. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, langkah ini juga bertujuan untuk meningkatkan perekonomian negara dan menjaga daya beli masyarakat.
Direktur Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyoroti tren konsumsi rumah tangga yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi selama empat kuartal terakhir. Ia berpendapat, yang dibutuhkan adalah stimulus untuk mendorong konsumsi bukan beban tambahan seperti menaikkan tarif PPN (money.kompas.com).
Selain itu, YouTuber populer Jerome Polin yang dikenal publik sebagai ahli matematika menjelaskan kenaikan tarif pajak ini bukan satu persen melainkan sembilan persen (9%). Reaksi keras juga bermunculan melalui media sosial terkait kenaikan tarif PPN, sebagian netizen berpendapat kenaikan tarif PPN akan membuat harga barang-barang semakin mahal, terutama bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Mereka berpendapat bahwa kesejahteraan mereka akan menurun akibat kenaikan harga barang dan jasa.
Namun disisi lain, kenaikan PPN juga menawarkan sejumlah manfaat, seperti: peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai macam program sosial, meningkatkan stabilitas ekonomi jangka panjang.
Selain itu, tarif PPN 12% ini masih relatif wajar dalam standar internasional, sebagai perbandingan rata-rata tarif PPN di negara ASEAN lainnya di 7%-20%. PPN juga merupakan pajak yang merata pada semua jenis transaksi barang dan jasa dan secara langsung dapat meningkatkan pendapatan negara. Kebijakan ini tidak mempengaruhi harga bahan kebutuhan pokok, melainkan hanya pada barang mewah, sehingga diharapkan tidak mempengaruhi masyarakat menengah ke bawah.
Meskipun mendatangkan pendapatan negara, perlu diperhatikan dampak negatif dari kenaikan tarif PPN seperti meningkatnya beban masyarakat, memperberat pengeluaran rumah tangga, menaikkan harga barang dan jasa sehingga meningkatkan inflasi yang berdampak pada menurunnya harga beli. Selain itu, UMKM juga bakal terkena dampak negatif kenaikan tarif PPN ini, UMKM akan terbebani biaya yang lebih tinggi sehingga mesti menaikkan harga barang. Jika harga barang dan jasa UMKM naik signifikan, akibatnya mereka akan lebih sulit untuk bersaing. Sementara, bagi konsumen kenaikan tarif PPN dapat berpengaruh secara psikologis dan juga berdampak pada pola konsumsi masyarakat jika harga barang dan jasa meningkat.
Kesimpulan
Pro kontra kenaikan tarif PPN 12 % ini terus bermunculan. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kenaikan tarif PPN 12% pada Januari 2025 mendatang, karena pendapatan masyarakat belum meningkat secara signifikan, sehingga beban hidup masyarakat akan semakin berat. Meskipun kenaikan tarif ini membawa dampak positif untuk pendapatan negara dan pelaksanaan berbagai program untuk kesejahteraan masyarakat, namun tak dipungkiri ada sejumlah dampak negatif seperti kenaikan harga barang yang memicu inflasi, menurunnya daya beli, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H