'Malu? Difitnah, dicemooh, dan sekarang ditertawakan sudah hal biasa untuk beliau. Buat apa malu jika kita berjuang untuk merah putih, untuk rakyat Indonesia. Dalam perjuangan besar untuk rakyat mu, tidak boleh ada ruang untuk perasaan pribadi.'
Demikian respons Partai Gerindra di Twitter, Selasa (22/10) Â melalui akun resminya. @Gerindra ketika menjawab pertanyan netizen, Pak Prabowo, Apa Gak Malu dari Capres Jadi Menteri?
Dari sini kita bisa tahu bahwa bagi Partai Gerindra, kesediaan Prabowo yang rela 'hanya' menjadi pembantu Jokowi  pada pemerintahan periode kedua bukanlah sesuatu yang memalukan.
Lagi-lagi, rakyat-lah yang dijadikan alasan. Masuknya Prabowo ke kabinet Jokowi dianggap sebagai sebuah perjuangan untuk rakyat, sehingga tidak boleh ada ruang untuk perasaan pribadi.
Ok! Mantap!
Gus Dur pernah mengatakan, Prabowo adalah orang yang paling ikhlas di republik ini. Apa yang dikatakan Gus Dur beberapa tahun yang lalu itu akan betul-betul menjadi kenyataan jika dalam susunan kabinet Jokowi jilid II nanti ada tertulis nama Letnan Jenderal (Purn) Â H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo.
Demi merah-putih, demi NKRI, dan demi rakyat Indonesia, Prabowo akan membuktikan bahwa dirinya ikhlas untuk dicemooh, ditertawakan, atau bahkan (mungkin juga) akan ditinggalkan pendukungnya sendiri.
Sepertinya, jika demi bangsa dan negara, Prabowo (dengan dukungan Partai Gerindra) tidak akan mempedulikan diri pribadinya -- egonya.
Terlebih lagi demi Persatuan Indonesia. Langkah Prabowo dan Partai Gerindra-nya merapat ke istana adalah langkah yang tepat untuk menyatukan kembali keterbelahan rakyat yang sejak Pemilu 2014 sudah sedemikian penuh hujat.
Jika memang demikian, kesediaan (baca: kesiapan) Prabowo menjadi menteri Jokowi patut kita apresiasi.
Tidak ada kawan atau lawan yang abadi. Pun tidak ada koalisi atau oposisi abadi. Begitulah memang dunia politik. Yang abadi adalah kepentingan. Jika kepentingan sudah bertemu, yang semula berseteru bisa saja jadi bersatu.
Oleh karena itu, jika benar Prabowo akan jadi menteri Jokowi, hal tersebut merupakan peristiwa politik biasa.