Seharian dia tak menyapaku. Entah apa sebab. Mungkin sibuk. Aku pun tak terlalu berharap selalu dapat bercengkrama setiap hari dengannya meski hanya lewat dunia maya. Aku tahu, di sana dia bahagia.
Namun, malam ini ia menyapaku, "Mas." Sebuah sapaan singkat seperti biasanya.
Ketika kutanya, "Lagi apa?" Dia mengirimkan foto gelas kosong.
Cukup lama kuperhatikan foto gelas itu. Kenapa dia mengirimkan foto gelas kosong? Lagi di mana dia? Apa arti foto gelas kosong itu?
Sengaja pertanyaan-pertanyaan itu kubiarkan menumpuk di kepalaku.  Kualihkan perhatian dari foto gelas itu. Sejurus kemudian, ku-klik foto profilnya. Cantik. Ya, dia sangat cantik. Meski aku tak tahu apakah dia secantik bayang yang sering  kucipta tentangnya.
Beberapa saat kemudian, sisi kiri otak besarku mulai bermain. Jemariku diperintah  menekan keyboard untuk menulis dua  kalimat tanya sekaligus, "Kenapa gelasnya kosong? Lagi dimana?"
"Di rumah," jawabnya  singkat. Lalu, dia mengirim foto gelas tadi yang difoto dari atas. Isinya hampir kosong.  Ah .... Ada apa dengannya?
"Almost empty! Minum apa, sih?" Aku semakin penasaran.
"Beras kencur." Lagi-lagi dia menjawab dengan singkat.
"Apasal minum beras kencur? Sakit ke?" Dengan kalimat logat Bahasa Melayu, kukejar lagi dengan pertanyaan untuk menyudahi rasa penasaran.Â
"Tidak. Aku tidak sakit. Biar selalu sehat saja. Tapi yang lebih penting, aku hanya  berusaha selalu mengosongkan gelasku."