Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Isbedy Stiawan, Berhenti Jadi PNS karena Lebih Mencintai Sastra

13 Januari 2019   22:38 Diperbarui: 17 Januari 2019   19:23 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isbedy Stiawan // foto: Isbedy Stiawan

Berbicara tentang sastra modern Lampung tentu tidak lepas dari sosok seorang sastrawan bernama Isbedy Stiawan ZS. Pria kelahiran 5 Juni 1958 tersebut bukan sebatas  penyair yang merajut bunyi dalam larik puisi, tetapi juga sebagai tokoh penginspirasi penyair muda untuk berkarya di level nasional hingga Lampung dikenal sebagai 'Negeri Para Penyair'.

Isbedy begitu bersemangat menularkan literasi sastra di kalangan anak muda di Lampung. Di level nasional karya-karyanya pun sudah menyebar. Itulah makanya kritikus sastra H.B. Jassin pernah menjuluki Isbedy 'Paus Sastra Lampung'.

Bahkan, saking cintanya kepada dunia sastra, pada tahun 1989  ia memilih berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal, PNS atau sekarang istilahnya Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan profesi yang menjadi idola sebagian besar masyarakat Indonesia.

"Tidak minat dan ingin fokus pada kesastrawanan. Bagi saya, apa pun bisa jadi profesi dan bisa pula kalau sekadar hidup. Saya sudah telanjur mencintai dunia tulis menulis, khususnya sastra, kemudian menggeluti dunia jurnalistik. Saya jadi wartawan/redaktur di beberapa media cetak di Lampung, lalu media televisi, dan media online.

"Barangkali kalau saya masih jadi ASN, sampai kapan pun belum tentu bisa ke berbagai negara jiran dan Eropa. Juga tak membawa anak menjadi wartawan. Saya ambil hikmahnya ini," katanya.

Uniknya, selain karena lebih mencintai dunia sastra, Isbedy tidak berminat lagi menjadi PNS karena tidak mau menunduk ketika menghadap atasan.

"Ya, waktu itu siapa berani bawahan jalan di depan atasan dengan kepala dan pandangan tegak? Tak ada! Untuk masuk ke ruang atasan mesti mengetuk pintunya berulang-ulang. Tetapi, 10 tahun kemudian saya diundang ke instansi itu untuk menjadi juri dan baca puisi. Saya tak perlu harus menunduk, meski sopan santun tetap dirawat," jelasnya.

Ia mengaku tidak menyesal telah memutuskan berhenti sebagai PNS meski saat ini kesejahteraan PNS/ASN lebih mendapat perhatian jika dibanding  zaman orde baru dulu.

"Tak harus menyesal. Rezeki kan bisa dari mana saja. Kalau saya masih ASN apakah saya masih bisa mempertahankam sikap untuk tidak menunduk hormat kalau atasan lewat atau kita melewatinya? Apakah saya bantah kalau kata atasan harus pilih ini atau itu pada pemilu, sementara saya sejak ada pemilu belum pernah masuk TPS?" ungkap Isbedy.

Sepanjang karirnya, Isbedy telah menciptakan ratusan puisi dan cerpen. Selain dipublikasikan di hampir semua media cetak di Indonesia, puisi dan cerpen Isbedy diterbitkan dalam bentuk buku kumpulan puisi dan buku kumpulan cerpen.

Pada tahun 2015, buku puisinya 'Menuju Kota Lama' terpilih sebagai puisi pilihan dalam Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia 2015. Sementara buku puisi 'Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi' menjuarai Banjarbaru Rainy Day Festival tahun 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun