Di Desa Ngampeldento Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang terdapat kesenian Jathilan bernama Madyo Budoyo. Nama Jathilan tersebut memiliki makna tersendiri yakni, Madyo yang berarti satu kesatuan dan Budoyo yang artinya melestarikan budaya yang ada di Jawa.Â
Jadi, Jathilan Madyo Budoyo didirikan dengan tujuan untuk melestarikan budaya Jawa dan tidak mengarah pada hal-hal yang bersifat mistis. Jathilan ini terdiri dari tiga jenis antara lain: Jathilan Klasik, Jathilan Gedruk, dan Jathilan Kreasi. Hal yang berbeda dari Jathilan ini terdapat pada jenis Jathilan Kreasi. Jathilan Madyo Budoyo juga merupakan satu satunya Jathilan Kreasi yang ada di Kecamatan Salaman. Jathilan Kreasi diciptakan pada tahun 2017 dan membutuhkan waktu pertunjukan yaitu sekitar 45 menit hingga 1 jam.
Pada awal berdirinya kesenian Jathilan Madyo Budoyo konsep pertunjukannya meniru pada jenis Jathilan Klasik. Namun, seiring dengan perkembangan zaman khususnya pada bidang kesenian, konsep pertunjukannya diubah menjadi jenis Jathilan Kreasi. Tujuan dirubahnya konsep pertunjukan dari jenis klasik menjadi kreasi adalah sebagai bentuk pembaharuan dengan perkembangan di bidang kesenian di era sekarang dan sebagai keberagaman Jathilan di Desa Ngampeldento. Salah satu pengelola Jathilan Madyo Budoyo Fani di Desa Ngampeldento, Sabtu (15/07) mengatakan bahwa jumlah pemain pada Jathilan Kreasi terdiri atas 16 orang diantaranya 13 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.
"Dari 16 orang pemain dalam tari kreasi tersebut terbagi menjadi dua kategori yaitu sebagai penunggang kuda lumping sebanyak 11 orang dan sisanya berada pada kategori buto ketoprak. Properti yang digunakan dalam pertunjukan Jathilan Madyo Budoyo berupa kostum dan rias serta kuda lumping. Kostum yang digunakan dalam pertujukan ini menggambarkan pemuda yang gagah. Ia juga menambahkan bahwa cerita yang terkandung dalam jalannya pementasan Jathilan yaitu ada beberapa orang penari yang sedang melakukan pertunjukan dan diganggu oleh buto ketroprak. Kemudian buto ketoprak mengusik dayang-dayang yang sedang menari."
Ia menambahkan bahwa Jathilan Madyo Budoyo sering tampil untuk memperingati beberapa acara besar misalnya Hari Kemerdekaan, acara setelah Lebaran dan pada saat acara di hajatan.
"Para pemain yang ikut dalam pertunjukan jathilan ini terdiri dari para pemuda dan pemudi di Desa Ngampeldento tepatnya di Dusun Pancar. Mereka adalah para pemuda yang memiliki kesadaran akan melestarikan budaya yang ada. Para pemain Jathilan Madyo Budoyo juga melakukan latihan secara rutin di Gelanggang Olah Raga (GOR) Balai Desa. Selain latihan untuk pertunjukan, mereka juga melatih Jathilan tersebut pada pada anak-anak SMP dan SMA sebagai bagian dari regenerasi. Sedangkan untuk kalangan anak SD belum bisa ikut dalam latihan tersebut karena dilakukan pada malam hari dan terhambat oleh izin orang tua," ujarnya.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Jathilan Madyo Budoyo dapat mengunjungi laman Instagram berikut ini @madyo_budoyoÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H