Menukil istilah Lorne L. Dawson, bahwa sistem penyebaran faham teror seringkali bersifat interpersonalisme. Sistem ini menyebar secara personal ke personal lain secara masif, sehingga pola geraknya sulit dilacak. Nah, apa bisa kita bayangkan jika penyebaran personal ke personal ini yang melakukan adalah anak-anak.  Oleh sebab itu, deteksi secara dini harus dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari sekolah, keluarga, guru ngaji, maupun  masyarakat secara umum.
Terkait maraknya perlibatan anak dalam kejahatan terorisme, Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno meminta agar pemerintah melakukan langkah-langkah antisipatif dan pencegahan secara masif melalui berbagai model pendekatan. Hal ini juga sebagai upaya agar ruang gerak jaringan terorisme dapat dicegah sedini mungkin.
Sementara itu, di pihak lain juga kasus terorisme yang melibatkan anak perlu didalami secara komprehensif, termasuk memastikan inisiator dan actor utama dibalik kejadian pelibatan anak dalam aksi terror di Surabaya. Inisiator dan actor utama harus mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya, agar kejadian yang sama tidak kembali terulang.
Selain itu, Eddy juga berpesan agar Pemeirntah Kota Surabaya dan Sidoarjo aktif dan perlu terus memastikan anak korban dan terduga yang selamat dalam aksi terorisme untuk memberikan perhatian khusus terhadap tumbuh kembangnya, termasuk juga pemenuhan hak Pendidikan, kesehatan, dan hak dasar lainnya. Pemerintah harus melakukan inovasi Pendidikan mengenai trend indoktrinasi radikalisme dan terorisme saat ini yang menyasar keluarga.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan bahwa keluarga ialah tempat untuk memupuk kasih sayang, maka sudah sepantasnya dijaga dan dilindungi dengan baik. Eddy mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menyayangi kelurga dan menjauhkan mereka dari paham radikalisme yang mengarah ke terorisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H