Mohon tunggu...
Fifi Dwi Pratiwi
Fifi Dwi Pratiwi Mohon Tunggu... Ilustrator - Illustrator

Penikmat hidup | Penyuka kucing-kopi-jalan2-kuliner | Pelukis cahaya amatir| Blogger paruh waktu | jalan2-makan2-foto2-coratcoret | ekologi-Lingkungan Hidup-Sustainable Development -Manajemen SDA-Pengelolaan B3

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Inikah Wajah Negeriku?

8 Mei 2016   20:51 Diperbarui: 8 Mei 2016   21:14 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Variety Show buatan Korea. Kiri ke kanan: 1 Night 2 Days, Running Man, Infinity Challenge, The Return of Superman (www.soompi.com)

Hampir tiga tahun terakhir saya menjadi sangat suka dengan variety show buatan negeri ginseng, Korea Selatan. Sebutlah beberapa judul seperti Running Man, Infinity Challenge, The Return of Superman, dan 1 Day 2 Night sukses menghabiskan sebagian besar kuota internet saya setiap bulannya.

Bukan, bukan karena wajah tampan atau cantiknya selebriti yang tampil pada acara-acara tersebut yang membuat saya kesengsem. Namun karena kreativitas dari tim produksinya-lah yang membuat saya takjub. Running Man (RM) contohnya. Tim produksi RM ‘berani’ membuat selebritis korea yang telah mendunia seperti BIG BANG belepotan penuh lumpur sawah demi merebut hati Song Ji Hyo (salah satu member RM) yang kala itu berperan sebagai seorang putri di salah satu episodenya. Contoh lain, tim produksi 1 Day 2 Night (1D2N) Season 3 ternyata cukup bernyali memaksa Cho Sung Hoon, seorang UFC Fighter korea untuk bekerja keras demi mendapatkan jatah makan malam. ‘Keberanian’ semacam ini yang belum saya temukan dalam variety show buatan dalam negeri (Indonesia).

Beberapa variety show korea yang pernah syuting di Indonesia dan telah saya tonton (catatan: selain judul variety show yang telah disebutkan, mungkin ada judul lain yang pernah syuting di Indonesia namun tidak saya tonton. Saya tidak akan bercerita dan atau berpendapat mengenai variety show yang tidak pernah saya tonton). Misalnya, RM di Jakarta dan Taman Safari, Barefoot Friends di Jogjakarta, dan yang terbaru Suspicious Vacation di Sumba. Saya sangat bersemangat tiap kali ada variety show korea yang syuting di Indonesia. Penasaran dengan sudut pandang mereka terhadap negeri ini.

Kali ini saya akan bercerita tentang program berjudul “Suspicious Vacation” produksi KBS yang tayang perdana tanggal 2 Mei 2016 lalu. Episode perdana dari travel variety show ini bercerita tentang perjalanan aktor Jo Yeon Woo, dan aktor Lee Seung Joon (pemeran dr. Song di drama Decendants of the Sun) ke Pulau Sumba, NTT. Pada segmen awal, saya sangat bangga, karena setelah mereka mengunjungi dan bermain air di Danau Weekuri, mereka (dua selebritas tersebut) terus memuji keindahan alam Pulau Sumba tanpa henti. Bahkan, Jo Yeon Woo mengatakan bahwa ia telah jatuh cinta dengan Sumba. Meleleh banget mendengarnya. Pujian juga mereka lontarkan pada keramahan penduduk Sumba yang penuh senyum dan menerima kehadiran orang asing dengan tangan terbuka.

Namun kisah di segmen kedua sampai dengan akhir episode sangatlah kontras. Segmen kedua lebih banyak bercerita tentang kemiskinan masyarakat Sumba. Ketika itu mereka mampir di Desa Lumbuwanga, dimana tinggal sebuah keluarga, yang karena kemiskinan, belum dapat menyelenggarakan upacara pemakaman bagi keluarga yang telah meninggal dan ‘harus’ tinggal bersama keluarganya yang telah meninggal tersebut. Kisah sedih tentang kemiskinan masyarakat lokal terus berlanjut sampai dengan segmen terakhir. Miris.

Ada satu hal yang mengganjal di hati saya tiap kali selesai menonton episode variety show korea yang ‘bercerita’ tentang Indonesia. Entah kenapa, menurut pandangan saya, wajah Indonesia yang ditampilkan dalam variety show tersebut adalah wajah sebuah negeri yang (maaf) agak tertinggal dari segi pembangunan (infrastruktur dan manusia) serta perekonomiannya. Akankah kita terus membiarkan ‘ wajah’ seperti ini yang menjadi wajah negeri tercinta di mata masyarakat dunia?

Menurut saya, tim produksi program tv tersebut tidaklah salah. Justeru kitalah yang harus mulai introspeksi dan berusaha lebih keras lagi untuk mengubah persepsi mereka tentang ‘wajah’ Indonesia. Hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mereka memilih mengambil potret Indonesia dari sudut itu dan bukan sudut pandang yang lain? Padahal kita semua tahu, Indonesia memiliki banyak potensi, bila kita mau mengenal lebih dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun