Debur ombak memecah keheningan malam. Samudera yang tak berujung seperti mengisyaratkan akan penantian panjang. aku merengkuh tubuh Raka sekuat-kuatnya. Mencoba menepis firasat yang menggelayut di pikirannya. Firasat akan kehilangan. Firasat akan kesendirian. Firasat akan kehampaan. Sementara buliran airmatanya sudah tak terbendung lagi. Aku menangis membasahi punggung Raka.
Raka mencoba berpaling. Menyeka airmataku. Mengusap lembut rambutku dan berusaha tersenyum untuk meredakan kegelisahan yang berkecamuk di hatiku.
“delapan bulan lagi aku datang sayang...apa yang kamu khawatirkan ?” tanya Raka lembut
Aku masih sesenggukan
“jadikan kerinduanmu menjadi kekuatanmu untuk menungguku...” lanjut Raka
Aku menatap mata Raka dengan sendu, “aku tak tahu apa kamu akan kembali atau tidak...” ucapku lirih
Raka tersenyum, “Riana...sayang...bagaimana mungkin aku tak kembali ? sementara aku pergi untuk mengejar masa depan kita...aku dan kamu...kita...”
Aku terdiam. Berusaha meyakinkan diri bahwa apa yang dikatakan kekasihku ini adalah benar. Raka akan kembali untukku membawa masa depan.
“kapan kamu akan kembali ?” tanyaku ragu
“september....saat purnama kita bertemu lagi disini...di batu karang ini...” Raka menepuk-nepuk bebatuan karang yang berada di sampingnya
“kenapa di batu karang ini ?”