Tidak dapat dimungkiri, tidak semua orang sudah memahami akan pentingnya TTE dan kerahasiaannya. Masih banyak para pejabat pemerintah yang kurang aware terhadap kerahasiaan penggunaan TTE. Tidak sedikit para pejabat yang dengan mudahnya memberi akses TTE kepada staf/ bawahannya dengan beragam alasan, seperti kesibukan sehingga tidak sempat mengakses aplikasi TTE atau tidak terampil dalam mengakses aplikasi TTE, dll.
Kondisi ini masih kerap terjadi, dimana untuk proses pembubuhan TTE pada dokumen dilakukan bukan oleh pejabat yang bersangkutan langsung melainkan oleh staf/ bawahan yang sudah diberikan kepercayaan mengakses akun TTE tersebut.
Padahal, jika demikian yang terjadi, kerugian terbesar akan berdampak pada pejabat pemilik sah TTE apabila terjadi penyalahgunaan di dalamnya. Pemilik TTE tidak bisa mengeklaim secara hukum jika terjadi penyalahgunaan, karena TTE tetap dianggap sah di mata hukum. Hal ini tentu saja akibat kelalaian pemilik sah TTE yang tidak menjaga kerahasiaan dan memberikan akses pada orang lain untuk menggunakan TTE miliknya.
Lantas, bagaimana menyikapi kondisi yang demikian ? sementara pelayanan publik harus menjadi prioritas di era serba modern saat ini. Keberadaan inovasi TTE merupakan inovasi cerdas yang seharusnya juga disikapi dengan cerdas agar dalam praktiknya dapat berjalan dengan maksimal.
Berikut beberapa masukan agar penggunaan TTE dapat dilakukan dengan maksimal, terutama di kalangan pejabat pemerintah, agar pelayanan publik dapat terus ditingkatkan :
Pertama, sosialisasikan TTE secara aktif kepada para pejabat yang memang memiliki kapasitas utama dalam penerbitan sebuah dokumen resmi. Dinas Kominfo setempat sebagai perpanjangan tangan Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia harus aktif bekerjasama dengan pelbagai pihak yang berkepentingan untuk menggelar kegiatan sosialisasi.
Kedua, pejabat tertinggi berkenan memerintahkan dengan tegas agar jajaran pejabat dibawahnya mengikuti pelatihan serta bimbingan teknis TTE tanpa boleh diwakilkan.
Ketiga, adanya monitoring dan evaluasi secara berkala dari Dinas Kominfo untuk mengecek dan mengontrol secara langsung praktik penggunaan TTE serta melakukan evaluasi terkait kendala-kendala yang mungkin terjadi.
Keempat, jika memang pejabat yang berwenang, karena suatu hal, sehingga tidak dapat mengakses TTE, maka pemberian kewenangan hak akses kepada staf/ bawahan harus menggunakan Surat Keputusan (SK) penunjukan yang resmi.
Kelima, peningkatan pengetahuan para pejabat tentang bentuk-bentuk kejahatan cyber, seperti peretasan, penyalahgunaan data, penipuan, dll agar tingkat risiko kejahatan dapat dikurangi dan dapat membuka wawasan para pejabat bahwa pentingnya aware terhadap akses digital pribadi atau yang bersifat rahasia. Dalam hal ini, Dinas Kominfo dapat bekerjasama dengan pihak-pihak hukum terkait, seperti kepolisian atau kejaksaan.
Keenam, adanya sanksi tegas apabila ada pejabat yang memberika kewenangan akses TTE pribadi kepada orang lain tanpa melalui prosedur yang resmi.