Pernah nggak kita mengalami, disaat menerima kedatangan tamu, anak malah ngumpet di kamar ? atau mereka memilih keluar bermain dengan teman-temannya ? atau bahkan ada anak yang ogah-ogahan menyambut tamu, seperti enggan memberi salam atau sekadar tersenyum ?
Tentu ada rasa malu jika anak berperilaku demikian. Sebagai orangtua, seolah-olah kita tidak pernah mendidik nilai-nilai kesopanan kepada mereka. Pun dengan tamu, sedikit banyak pasti mereka akan merasa "kurang enak" melihat perilaku sang anak tuan rumah. Meski terlihat sepele, namun hal-hal sederhana ini bisa memicu terjadinya konflik, terutama mengenai hubungan baik yang selama ini terjalin. Jika tamu berjiwa besar, barangkali akan memahami. Namun bagaimana jika tamu punya jiwa yang sensitif ? potensi terjadi konflik akan semakin besar.
Tamu Adalah Raja, Anak Belajar Tidak Egois dan Menghargai Tamu
Ada istilah yang mengatakan "Tamu adalah Raja". Istilah ini dimaknai bahwa kita harus menghormati dan menghargai setiap tamu yang datang berkunjung. Ia juga menyiratkan sebuah pesan budaya ketimuran kita yang identik dengan keramahtamahan serta senantiasa menjaga sopan santun, dimanapun, kapanpun dan terhadap siapapun.
Meski demikian, bukan lantaran tamu adalah raja, lantas tamu pun bisa berbuat seenaknya. Tamu juga harus memiliki adab dan tata krama selama bertamu. Nilai-nilai saling menghormati dan menghargai seperti inilah yang bisa dipetik dari istilah "tamu adalah raja". Dengan demikian, aktivitas bertamu bisa menjadi media untuk mempererat tali silahturahmi dan persaudaraan diantara manusia.
Namun, bagaimana jika momen silahturahmi tersebut sedikit terganggu dengan sikap dan perilaku anak yang kurang sopan ketika menyambut kedatangan tamu ? apalagi jika tamu adalah sahabat atau kerabat dekat yang harusnya mendapat perlakuan yang lebih hangat ?
Tetiba, anak menjadi mengurung diri di kamar. Ketika disuruh bersalaman, anak enggan mengulurkan tangannya. Atau anak mendadak cuek dan acuh tak acuh serta memilih keluar rumah dan bermain dengan anak tetangga. Bahkan, tak sedikit anak yang menunjukkan sikap egois dengan merengek, berteriak atau meronta-ronta menolak menyambut kedatangan tamu.
Jika hal ini terjadi, biasanya orangtua akan berusaha untuk menetralisir keadaan dengan pernyataan "maklum ya, namanya anak-anak..." atau justru sang tamu yang mencoba untuk berbesar hati dengan berkata "udah nggak papa, biasa anak-anak begitu...".
Benarkah perilaku seperti itu wajar bagi anak-anak ?
Sebuah penelitian tentang egosentrisme anak oleh Novitasari, Yessi dan Prastyo, Danang (2020) memeroleh fakta bahwa tingkat egois anak-anak di usia 4-6 tahun sangatlah tinggi, yaitu mencapai 76%. Egosentrisme itu meliputi beberapa aspek, seperti tingkat imajinatif, berbahasa, rasa ke-aku-an, keingintahuan, dll.