Beberapa waktu belakangan saya dibuat geleng-geleng kepala oleh anak saya. Bagaimana tidak? Anak saya menghabiskan uang jajannya hanya untuk membeli poster-poster artis Korea yang kemudian ditempel di dinding kamarnya.Â
Bukan hanya poster, dia juga membeli stiker gambar artis tersebut dan ditempel di hampir seluruh barang-barang pribadinya, seperti tas, kotak pensil hingga sarung hp.
Yang lebih membuat saya mengernyitkan dahi, profil whatsapp dipasang foto sang artis, nama whatsapp dan media sosialnya juga dibuat mirip dengan nama artis tersebut. Kalau saya tidak cek nomornya, sudah pasti saya akan sulit mengenalinya.
Ketika ditanya kenapa semuanya harus berbau artis tersebut, anak saya hanya menjawab dengan singkat "nge-fans bun..."
Menerjemahkan "nge-fans" Secara Psikologis
Nge-fans dapat dimaknai sebagai aktivitas mengidolakan atau memuja terhadap diri seseorang. Raviv (1996) dalam Darfiyanti Dita dan Putra Bagus (2012) menyatakan bahwa pemujaan merupakan salah satu dimensi pengidolaan selain modeling.Â
Pemujaan sendiri diartikan sebagai bentuk kekaguman dengan intensitas yang tidak biasa dan penghormatan terhadap idola. Semakin tinggi tingkat pemujaan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatannya dengan sosok idola (Celebrity Involvement).
Sedangkan menurut Maltby, dkk (2005) Celebrity Involvement ini sendiri terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pertama entertainment social value. Pada tahap ini berisi motivasi yang mendasari pencarian aktif fans terhadap sosok selebriti idolanya.Â
Bagian kedua intense personal feeling, yaitu tahap fans mulai merefleksikan perasaan intensif dan kompulsif terhadap sang idola dengan tendensi yang obsesif. Disini, fans akan berlomba-lomba mengupdate informasi tentang sang idola, berusaha menyamakan diri dengan sang idola, berimajinasi, dll.Â
Dan tahap ketiga adalah borderline pathological tendency. Pada tahap ketiga ini, hubungan pemujaan sudah mengarah ke arah patologi. Hubungan ini sudah tidak sehat.Â