Beberapa waktu lalu saya mengambil rapor anak di sekolah. Tidak seperti biasanya di mana ada semacam acara seremonial untuk mengumumkan nama-nama siswa  yang meraih peringkat kelas. Bukan hanya itu, pihak sekolah pun sudah menyiapkan kejutan hadiah bagi siswa yang namanya disebut.
Tentu ini akan menjadi acara yang sangat dinantikan bagi orangtua yang selama ini anaknya memang langganan juara kelas. Siapa yang tidak bangga, ketika nama buah hatinya dipanggil ke depan dan meraih trophy serta hadiah. Wajah-wajah sumringah pun menghiasi panggung sang jawara kelas.
Sementara itu, beberapa orangtua dan siswa yang tidak disebut namanya hanya kebagian bertepuk tangan melihat prestasi teman-temannya di barisan penonton. Tidak mengapa, mereka tetap tersenyum dan berbesar hati mengakui keunggulan nilai sang juara.Â
Para orangtua siswa yang "tidak juara" juga tidak protes. Mereka tetap menyambut baik seremonial terima rapor.Â
Namun, meski demikian, sangat manusiawi jika orangtua menginginkan anaknya juara kelas. Bagaimanapun juga menjadi juara kelas adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi orangtua maupun sang anak itu sendiri.
Tapi kali ini berbeda, tidak ada lagi acara seremonial pengambilan rapor dan pengumuman juara kelas. Para orangtua hanya dipersilakan masuk ke ruang kelas masing-masing.Â
Selanjutnya rapor dibagikan secara personal. Bukan hanya dibagikan, namun ada dialog tentang perkembangan anak selama di sekolah oleh guru kepada orangtua. Jangan berharap ranking ditulis di rapor. Isi rapor hanya tentang perkembangan belajar dan perilaku anak di sekolah.Â
Namun, jika orangtua penasaran dengan peringkat kelas atau ranking, maka guru akan memberitahukan dengan menunjukkan daftar urutan peringkat kelas secara personal. Maka, dengan cara ini hanya guru dan orangtua yang tahu ranking sang anak.