Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Juri Itu Tidak Mudah

31 Januari 2021   22:40 Diperbarui: 31 Januari 2021   22:54 9600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber:https://aquafestipb.files.wordpress.com/)

Dalam sebuah kompetisi atau perlombaan, salah satu peran terpenting adalah juri. Begitu pentingnya, tak pelak juri kerap dianggap sebagai sosok yang dihormati, disegani, bahkan dianggap sebagai sosok yang paling ditakuti. Di tangan juri lah nasib peserta dipertaruhkan, akan menang atau kalah. Juri memiliki hak prerogatif yang tidak dapat diganggu gugat. Oleh karena itu, keputusan juri harus benar-benar obyektif, tidak direkayasa dan memiliki kekuatan dalam setiap nilainya.

Proses pemilihan juri juga tidak bisa sembarangan. Juri harus memiliki kapasitas yang mumpuni di bidangnya. Bukan hanya menguasai materi yang dilombakan tapi juga harus memiliki integritas yang tinggi dan attitude yang baik demi menjaga obyektivitas dalam penilaian. Juri bukan hanya memiliki tanggungjawab secara teknis penentuan juara tapi juga tanggungjawab secara moral terkait dengan netralitas selama proses penjurian.

Tidak dapat dimungkiri, dalam setiap penjurian tidak akan terlepas dari unsur "selera", dan itu bersifat sangat manusiawi. Maka tak heran jika di akhir pengumuman juara kebanyakan diakhiri dengan kalimat "keputusan juri tidak dapat diganggu gugat". Hal ini tentu saja untuk menjaga agar tidak ada protes-protes yang berbau "selera". Karena jika menuruti selera, maka masing-masing pihak pasti punya selera masing-masing, bukan ?

Namun, meski bagus atau tidaknya karya juara adalah mutlak wewenang juri, jangan lupa bahwa peserta juga punya kewajiban dalam memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak penyelenggara. Sederhananya, peserta yang tidak memenuhi syarat harusnya dianulir dan tidak bisa mengikuti proses penjurian selanjutnya apalagi menjadi juara.

Pengalaman saya sebagai juri di event lomba menulis, setiap karya yang masuk akan kami seleksi terlebih dahulu secara administratif, apakah sudah memenuhi syarat yang ditetapkan. Prinsip kami, sebagus apapun sebuah karya peserta jika tidak memenuhi syarat tetap tidak bisa diloloskan ke tahap penjurian berikutnya.

Jujur saja, bagi saya selaku juri kala itu, penilaian paling mendasar bagi peserta adalah kepatuhan dalam memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Saya bisa menilai secara khusus, peserta yang tidak abai dalam memenuhi persyaratan perlombaan merupakan sosok yang memiliki empati yang tinggi, mempunyai karakter budaya membaca yang baik dan jelas merupakan pribadi yang menghormati perlombaan yang tengah diikutinya. Bagi saya, karakter peserta seperti ini jauh lebih sportif ketimbang peserta yang mengedepankan karya namun abai dalam memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Bagi saya, meloloskan peserta yang tidak memenuhi syarat apalagi memilihnya sebagai juara dapat mencederai nilai-nilai obyektivitas dan sportivitas dalam sebuah perlombaan, dimana nilai-nilai tersebut harusnya sangat dijunjung tinggi. Harus dipahami bahwa sebuah perlombaan bukan hanya dimaknai sebagai ajang bersaing (secara positif) tapi juga harus dimaknai sebagai media untuk membentuk karakter yang bermental juara, yaitu mental yang tetap rendah hati saat menang dan tidak mudah putus asa saat kalah. Sejatinya, penghargaan tertinggi ada pada proses kompetisi yang menjunjung tinggi sportivitas, sementara kemenangan adalah bonus.

Begitu berat dan mulianya tugas yang harus diemban seorang juri harusnya menjadi cambuk bagi siapapun yang tengah mengemban tugas menjadi juri untuk selalu mengedepankan kehati-hatian, ketelitian, netralitas serta membebaskan diri dari segala bentuk intimidasi yang dapat memengaruhi obyektivitas dalam penilaian. Ketika kita telah menyanggupi untuk menjadi juri, maka kita harus siap dengan segala konsekuensinya, termasuk hak dan kewajiban yang harus dilakukan serta menjaga profesionalitas dalam tugas.

Biasanya, juri merupakan satu tim yang terdiri dari beberapa orang yang berkompeten di dalamnya. Masing-masing juri akan memiliki tugas dan wewenang masing-masing. Ada yang bagian menyeleksi secara administratif, menilai unsur A, menilai unsur B, dst. Dari setiap nilai yang diberikan masing-masing juri akan diakumulasikan sehingga didapat nilai yang tertinggi sebagai juara. Namun, khusus untuk seleksi administratif, tentu saja logikanya yang tidak memenuhi persyaratan akan otomatis tidak lolos pada tahap penilaian selanjutnya.

Lantas, bagaimana jika ada juara yang (ternyata) tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan ? menurut hemat saya, harusnya bisa digugat dengan bukti-bukti yang konkrit tentunya. Pihak penyelenggara harus terbuka dalam menanggapi gugatan tersebut. Jika terbukti penggugat benar, maka pihak penyelenggara (termasuk juri) harus bersikap kooperatif dalam menentukan langkah kebijakan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun