Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Rumah Pohon

28 Juni 2019   13:05 Diperbarui: 29 Juni 2019   14:25 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah di atas Pohon (Foto: The Gibbon Experience ) | Kompas.com

Pak Tupai terbangun dari tidurnya saat mendengar suara ribut di luar rumah pohonnya. Ia mengintip dari balik jendela, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Betapa terkejutnya ia saat dilihatnya beberapa pohon telah bertumbangan oleh mesin penebang pohon. Beberapa manusia tampak sibuk mengatur dan memilah-milah pohon mana lagi yang akan ditebang duluan.

Pak Tupai mulai panik. Ia takut jika pohon tempat rumahnya berdiri jadi sasaran penebangan berikutnya. Pak Tupai mondar-mandir memikirkan cara bagaimana agar rumah pohonnya selamat dari ulah manusia-manusia itu.

"ah, aku tidak boleh tinggal diam! aku harus mencari cara agar mereka tidak menebang pohon lagi dan menghancurkan rumahku!" gumam pak Tupai

"Tapi, bagaimana caranya?" Pak Tupai semakin gelisah.

Kemudian pak Tupai melompat ke pohon di sebelahnya dengan lincah. Pak Tupai mendatangi rumah ibu burung yang sedang memberi makan anak-anaknya.

"Ibu burung, ibu burung dengar kan suara mesin penebang pohon itu?" tanya pak Tupai.

Ibu burung mengangguk, "Iya pak Tupai, aku mendengarnya... bagaimana ini pak Tupai ? kita akan kehilangan rumah kita jika pohon-pohon di hutan ini ditebang semua..."

Pak Tupai menaikkan alisnya, menandakan ia geram. Geram dengan ulah manusia yang semena-mena dan tak peduli dengan nasib kehidupan para hewan di hutan. Apalagi hewan yang memiliki rumah pohon, seperti Tupai, Burung, Kera dan Lebah. Jika pohon ditebang, maka roboh juga lah rumah mereka. Lantas, mereka akan tinggal dimana?.

"Kita tidak boleh menyerah Ibu Burung! Kita harus mencari cara agar manusia-manusia itu sadar dan menghentikan penebangan itu lagi..." Pak Tupai mengepalkan tangannya.

Tak seberapa lama, datanglah pak Kera dan pak Lebah. Mereka juga merasakan hal yang sama dengan pak Tupai dan ibu Burung. Mereka gelisah dan ketakutan jika harus kehilangan rumah akibat penebangan pohon yang dilakukan oleh manusia.

"Pak Tupai, apa yang harus kita lakukan ? kita akan kehilangan rumah!" kata pak Kera sedih.

"Jangan menyerah pak Kera...kita harus berjuang !" cetus pak Tupai.

"Benar, kita harus melawan ! kita tidak boleh diam saja ! manusia tidak boleh seenaknya menebang pohon ! hutan ini bisa menjadi gundul...bisa menyebabkan longsor...bisa menyebabkan banjir...apa mereka tidak takut ya ?!" ucap pak Lebah bersemangat.

Pak Tupai terdiam, berpikir.

"Aha ! aku tahu caranya!" teriak pak Tupai girang.

"Kita bagi-bagi tugas ya... pak Kera dan teman-teman keluarlah dari hutan ini menuju ke rumah penduduk di perkampungan... arahkan para penduduk untuk melihat apa yang terjadi di hutan ini... pak Lebah hambat kegiatan para manusia itu dengan menyerbu mereka dengan sengatan... bu Burung lindungi saja anak-anakmu... dan aku dan tupai-tupai lainnya akan mencoba untuk merusak mesin itu dengan menggigitinya... bagaimana?".

"Baiklah, aku setuju!" pekik pak Lebah.

"Aku juga setuju!" pak Kera mengangguk.

"Baiklah..." kata ibu Burung.

Setelah itu, berangkatlah pak Kera dan puluhan kera lainnya menuju ke rumah penduduk di perkampungan. Para penduduk terkejut melihat kedatangan puluhan kera tersebut. Mereka ada yang ketakutan, ada yang berusaha mengusir, ada yang langsung menyelamatkan diri, menutup pintu rapat-rapat. Namun, ada juga beberapa penduduk yang penasaran kenapa para kera bisa keluar hutan dan berbondong-bondong datang ke perkampungan.

"Kita harus melihat apa yang terjadi di hutan...kenapa kera-kera ini bisa menyerbu kampung kita..." kata salah satu penduduk yang diiyakan oleh beberapa penduduk lainnya.

Pak Kera tersenyum puas. Ia sangat berharap usahanya berhasil. Penduduk segera datang ke hutan melihat apa yang sebenarnya terjadi lalu kemudian mencegah penebangan pohon yang dilakukan secara liar tersebut.

Sementara itu, pak Lebah sibuk mengerahkan ratusan lebah lainnya untuk melakukan penyerangan pada manusia-manusia pelaku penebangan liar itu. Para manusia penebangan liar lari tunggang langgang mencoba menyelamatkan diri. Ada yang bersembunyi dibalik pohon, ada yang melindungi wajahnya dengan memakai helm, ada yang berlindung di balik mesin penebang pohon, ada juga yang berusaha melawan dan menghalau lebah-lebah tersebut.

Pak Tupai tak mau ketinggalan. Di saat mereka panik menghindari sengatan lebah, pak Tupai dan teman-temannya dengan lincah dan cerdik berusaha merusak tuas mesin penebang pohon dengan gigi-giginya yang tajam.

Manusia-manusia yang tak sayang bumi dan hutan itu pun menghentikan sementara kegiatan penebangan hutan. Mereka bukan saja menghadapi sengatan lebah yang pedih dan panas tapi juga harus menghadapi kepungan penduduk yang telah datang di hutan.

"Oh, jadi ini yang menyebabkan kera-kera itu lari ke perkampungan kami!" teriak salah satu penduduk dengan nada marah

"Kalian semua benar-benar keterlaluan ya! kalian sudah merusak hutan ini! kalian merusak ekosistem yang ada! kalian sudah menghancurkan rumah hewan-hewan yang ada di hutan ini! itulah kenapa para kera lari ke perkampungan, karena kalian sudah merusak rumah mereka!" tukas penduduk yang semakin marah.

Dengan penuh semangat, para penduduk pun berusaha menghalau mereka untuk tidak melanjutkan aksinya menebang pohon secara liar di hutan. Para penduduk memaksa mereka untuk segera meninggalkan hutan.

Akhirnya, usaha pak Tupai dan kawan-kawan membuahkan hasil. Aksi penebangan pun dihentikan dan para manusia bergegas meninggalkan hutan.

Ibu burung tak kuasa menahan airmatanya. Ibu burung menangis bahagia karena rumah pohonnya tak jadi dihancurkan. Anak-anaknya pun tetap bisa tidur nyenyak di rumah yang ia bangun dari ranting-ranting pohon dan dedaunan.

Pak Kera juga tak kalah bahagia. Kini ia tak gelisah lagi. Ia tetap bisa bergelantungan di ranting-ranting pohon. Tetap bisa duduk mencari kutu di pucuk pohon.

Pak Lebah tertawa puas. Rumah pohonnya yang berbentuk bulatan lonjong akhirnya bisa terselamatkan dan tetap bisa menggelantung di pohon Sawo.

Pak Tupai tersenyum sembari merebahkan diri. Kini ia bisa melanjutkan tidurnya kembali dengan lega tanpa terganggu oleh suara-suara mesin penebang pohon.

Hutan kembali syahdu. Suara-suara nyanyian jengkerik dan tetesan embun pagi menjadi irama yang paling indah di dalam hutan. Aroma dedaunan dan tanah yang basah oleh hujan semakin menambah eloknya hutan.

Hutan yang terjaga. Pepohonan yang tegak berdiri. Hewan-hewan yang menjaga keseimbangan alam. Tanpa disadari, mereka lah yang menyayangi dan melindungi manusia dari murka bencana alam tanah longsor dan banjir. Hutan yang tenteram akan menciptakan perkampungan manusia yang aman dan sejahtera.

Nah, agar alam tidak murka, yuk sayangi bumi kita. Jangan ganggu sarang burung yang bertengger di atas pohon. Jangan rusak rumah lebah yang menggelantung di batang pohon. Jangan membuang sampah sembarangan. Dan jangan merusak pepohonan atau tanaman apapun di sekitar kita ya ! sayangi bumi kita maka ia akan menyayangi kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun