Namun bedanya, sang pengukir patung yang rela membagikan ilmunya "tetap hidup" meski tak lagi mengukir patung. Namanya tetap dikenang sepanjang masa sebagai master/ guru pengukir patung dan sangat terkenal. Anak-anak muda yang pernah belajar mengukir patung padanya tak henti-hentinya menyebut namanya sebagai "master" dan mendonasikan sebagian hasil karya mereka untuk membuat museum "ukiran patung" karya sang pengukir patung baik hati.
Sebaliknya, pengukir patung yang pelit membagikan ilmunya justru namanya semakin tenggelam dan "mati" seiring dengan semakin menua usianya. Karya-karyanya seketika "mandeg" atau berhenti tanpa ada yang meneruskan. Jadi jelaslah, siapa yang paling merugi disini ? sang pengukir patung yang pelit berbagi ilmu atau sang pengukir yang mau dan ikhlas berbagi ilmunya ?
Dari kisah diatas, maka berbahagialah jika kita menjadi salah satu pribadi yang mau dan ikhlas berbagi ilmu yang dimiliki kepada orang lain. Satu hal yang diyakini, bahwa berbagi ilmu bukanlah sesuatu yang sia-sia dan merugi, semakin kita ikhlas berbagi ilmu maka akan semakin bertambah kenikmatan-kenikmatan dan energi-energi baik yang akan kita peroleh, bahkan tanpa pernah kita sangka-sangka sebelumnya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H