Kabar melegakan datang dari group WA kantor bahwa THR sudah cair dan bisa dicek di rekening masing-masing. Tanpa menunggu lama, aku memacu sepeda motorku menuju ATM terdekat. Rupanya bukan aku saja yang memiliki tujuan mengecek THR di atm, sudah mengantri belasan orang di luar ruang atm dengan maksud dan tujuan yang sama !
Setelah tiba giliranku, hati langsung berbunga-bunga saat kulihat saldo di layar telah bertambah berkali lipat dari saldo biasanya yang hanya bekisaran enam digit angka saja. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa merayakan lebaran juga setelah sekian waktu menunggu.
Sebagai seorang ASN di daerah, tahun ini sungguh membahagiakan. Bagaimana tidak ? nominal THR yang diterima jauh lebih besar ketimbang tahun sebelumnya karena banyak komponen yang masuk ke dalam THR sehingga otomatis menambah jumlah totalnya. Meski banyak yang pro dan kontra dengan kenaikan THR para ASN, apapun itu tetap harus disyukuri dan senantiasa berpikir positif agar THR nya dapat lebih berfaedah, bukan begitu ?
Di tengah euforia THR cair, tiba-tiba ada sebongkah perasaan menyeruak di hatiku. Bercampur aduk antara sedih, gelisah, iba, dll. Ya, tiba-tiba aku teringat dengan teman-temanku yang berstatus pegawai honor di kantor.Â
Aku membayangkan, bagaimana perasaan mereka saat melihat sukacita para ASN yang mendapatkan THR dengan jumlah yang mengalami kenaikan. Sedangkan mereka hanya bisa menikmati gaji sebulan. Tidak ada THR. Tidak ada bonus atau apalah itu namanya. Murni hanya gaji sebulan. Sedih ya ? tapi mau bagaimana lagi ? memang tidak ada ketentuan resmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa pegawai honor menerima THR.
Di posisi inilah kita sebenarnya sedang diuji tingkat kadar empati kita, khususnya kepada mereka. Seberapa pedulikah kita dengan mereka ? seberapa berempatinyakah kita kepada mereka ?
Tak perlu terlalu berat memikirkan bagaimana memberi mereka THR atau bonus, karena berempati tidak harus berwujud materi. Berempati justru lebih dekat dengan adanya kepedulian secara emosional. Bagaimana caranya? banyak kok yang bisa dilakukan, misalkan dengan tidak terlalu memperlihatkan euforia kebahagiaan kita di depan mereka, menyatakan turut prihatin ketika mengetahui bahwa mereka tidak mendapatkan THR atau hanya sekadar mendengarkan curahan hati mereka tentang lebaran serta turut mendoakan semoga ke depannya mereka bisa mendapatkan THR juga.
Meski nampaknya sederhana, namun itulah salah satu bentuk rasa empati kita terhadap mereka. Dengan begitu, setidaknya kita bisa menjadi "sahabat" mereka dan turut merasakan apa yang mereka rasakan. Bersyukur lagi, jika kita mampu untuk membantu mereka secara materi walaupun dengan hal kecil sekalipun, misalnya dengan memberi sebotol sirup, setoples kue, sehelai kain sarung atau selembar uang. Percayalah, di momen jelang lebaran ini, bukan semata nominal yang mereka butuhkan, tapi makna dibalik semua itu adalah wujud kepedulian kita terhadap mereka.
Menyikapi itu semua, kami para ASN se-kantor sepakat untuk mengambil sikap menyisihkan sedikit THR kami dan setelah terkumpul akan kami bagikan kepada teman-teman pegawai honor kami. Tidak banyak memang, tapi kami berharap solidaritas rasa empati ini dapat mempererat rasa kebersamaan kami di kantor. Karena bagaimanapun, mereka adalah rekan kerja yang selalu membantu kami dalam melaksanakan tugas di kantor.
Nah, yuk bagi kita yang beruntung memperoleh THR, jangan lupa untuk berbagi dengan sesama. Asah terus rasa empati kita untuk orang-orang di sekitar kita. Percayalah, menyisihkan sebagian rezeki kita untuk menyenangkan orang lain bukanlah sesuatu yang merugi, jika dilakukan dengan ikhlas justru akan menambah pahala. Ingat, bersukacita boleh namun jangan berlebihan. Dibalik euforia bahagia THR, ternyata kita juga sedang diuji seberapa besar kadar empati kita terhadap sesama yang tidak seberuntung kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H